Kamis, 03 September 2020

    RENCANA, MAKSUD DAN CARA ALLAH MENUNTUN UMAT ISRAEL KELUAR DARI MESIRKeluaran 13:17-22 (Eksposisi)

RENCANA, MAKSUD DAN CARA ALLAH MENUNTUN UMAT ISRAEL KELUAR DARI MESIR

Keluaran 13:17-22 (Eksposisi)


17  Setelah Firaun membiarkan bangsa itu pergi, Allah tidak menuntun mereka melalui jalan ke negeri orang Filistin, walaupun jalan ini yang paling dekat; sebab firman Allah: "Jangan-jangan bangsa itu menyesal, apabila mereka menghadapi peperangan, sehingga mereka kembali ke Mesir."
18  Tetapi Allah menuntun bangsa itu berputar melalui jalan di padang gurun menuju ke Laut Teberau. Dengan siap sedia berperang berjalanlah orang Israel dari tanah Mesir.
19  Musa membawa tulang-tulang Yusuf, sebab tadinya Yusuf telah menyuruh anak-anak Israel bersumpah dengan sungguh-sungguh: "Allah tentu akan mengindahkan kamu, maka kamu harus membawa tulang-tulangku dari sini."
20  Demikianlah mereka berangkat dari Sukot dan berkemah di Etam, di tepi padang gurun.
21  TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam.
22  Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu.

Ayat 17-18 :
13:17 Setelah Firaun membiarkan bangsa itu pergi, Allah tidak menuntun mereka melalui jalan ke negeri orang Filistin, walaupun jalan ini yang paling dekat; sebab firman Allah: "Jangan-jangan bangsa itu menyesal, apabila mereka menghadapi peperangan, sehingga mereka kembali ke Mesir."
13:18 Tetapi Allah menuntun bangsa itu berputar melalui jalan di padang gurun menuju ke Laut Teberau. Dengan siap sedia berperang berjalanlah orang Israel dari tanah Mesir.

Kedua penggalan ayat di atas adalah pembuka dari perikop di dalam Keluaran 13 dengan judul yang diberikan oleh LAI “Allah menuntun umat-Nya”. Konteks dari perikop ini adalah persiapan keluarnya bangsa Israel dari tanah perbudakan Mesir. Sangat jelas dikatakan bahwa perjalanan bangsa Israel di padang gurun adalah inisiatif dari Allah sendiri. Tetapi kita harus teliti bahwa ketika dikatakan di dalam ayat 18 “Allah menuntun bangsa itu berputar melalui jalan di padang gurun…”, ini bukanlah pengembaraan Israel di padang gurun selama 40 tahun yang sering kali kita dengar ceritanya karena dosa persungutan mereka dihadapan Allah dipadang gurun saat mereka mengalami berbagai ujian yg sebenarnya sbg sarana Allah yg akan mendewasakan mereka.

Selama bangsa Israel hidup 430 tahun di Mesir (Kel 12:40), dan tentunya sudah merasa nyaman dengan kondisi ditengah budaya Mesir dengan penyembahan banyak dewa yang dilakukan oleh masyarakat Mesir dan hal-hal lainnya yg menjadi kenikmatan mereka, dan pada saat yg sama Tuhan membawa mereka keluar dari negeri tsb shg mengusik kenyamanan mereka dg byk ujian-ujian yg harus mereka alami.

Sama halnya seperti ketika kita naik sebuah taksi dan kemudian supir taksi tersebut mengantarkan kita melewati jalan yang tidak biasanya? Apa yang kita rasakan saat itu? Pasti kesal karena kita terpaksa harus memutar jauh dan membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai tujuan kita? Kita juga pasti marah karena kita harus membayar lebih mahal dari tarif yang biasanya ..., juga ada perasaan takut karena kita berprasangka mkn supir taksi ada mempunyai niat jahat terhadap kita.

Nah, satu hal yang harus kita perhatikan dan pahami disini bahwa seringkali dalam kehidupan kita, Tuhan membawa kita melewati jalan-jalan yang tidak biasa kita lalui. Ketika kita sudah berada dalam zona nyaman kita,  tiba-tiba Tuhan melakukan sesuatu yang tidak biasanya. Kita biasanya protes karena kita harus keluar dari zona nyaman kita tsb, padahal jika kita mau jujur, sesungguhnya pasti ada rencana Tuhan ketika Ia mengajak kita berjalan melewati jalan yang tidak biasa kita lewati.

Demikian jg halnya ketika Tuhan membawa bangsa Israel keluar dari Mesir, Tuhan tidak membawa bangsa Israel melalui jalur yang biasa, yaitu jalan yang melewati negeri orang Filistin, walaupun jalan ini merupakan jalur perdagangan utama, jalur yang paling pendek jaraknya, dan jalur yang paling mulus dan menyenangkan (ay. 17a). Tuhan justru membawa bangsa Israel berputar melalui jalan di padang gurun menuju ke Laut Teberau atau Laut Merah (ay. 18a).

Kalau kita melihat ke map kuno Mesir, jika seseorang mau melakukan perjalanan pergi ke Kanaan maka dari Goshen org tsb. bisa berjalan kearah padang gurun Shur yang di sebelah perbatasan berikutnya milik orang Filistin.
Dari Goshen ke Gaza hanyalah berjarak kurang lebih 200 km. Jarak sebegitu jauh di jaman kuno dengan berjalan kaki bisa di tempuh hanya kurang lebih dua minggu. Jadi untuk sampai ke Kanaan, bangsa Israel cukup hanya berjalan selama dua minggu namun Allah memutar-mutar di padang gurun selama 40 tahun! 

Tentulah pasti ada alasan Tuhan mengapa Tuhan justru seakan-akan memutar-mutarkan jalur perjalanan bangsa Israel, dan Alkitab kita dengan jelas menyatakan bahwa Tuhan tidak ingin bangsa Israel menyesal ketika mereka harus bertempur dan menghadapi peperangan, sehingga mereka meminta kembali ke Mesir (ay. 17b). Memang Alkitab juga mengatakan bahwa bangsa Israel keluar dari Mesir dengan siap sedia berperang (ay. 18b),.
Bisa dikatakan bahwa Tuhan tahu apa yang terbaik bagi bangsa Israel, walaupun akhirnya harus berputar-putar bahkan 40 tahun lamanya krn di tambah dosa yg mereka lakukan (Bil 32:13), tetapi akhirnya bangsa Israel memiliki mental yang siap untuk merebut tanah Kanaan.
Bisa dikatakan bahwa di padang gurun inilah Tuhan mengubah mental bangsa Israel dari mental budak menjadi mental prajurit, yang siap untuk merebut tanah yang dijanjikan Tuhan kepada nenek moyang mereka. Demikian juga dengan kita, di saat Tuhan sepertinya sedang membawa kita berputar-putar tanpa tujuan yang jelas, justru di situ pasti ada maksud Tuhan untuk membentuk kita selalu melalui ujian-ujian atau persoalan yg harus kita gumulkan dan jalani. Rancangan Tuhan tidak pernah gagal, justru kita yang sering tidak mengerti apa maksud Tuhan bagi kita, karena rancanganNya terlalu dalam untuk kita selami (Mzm 92:6).

Oleh karena itu, kita tetap percaya kepada Tuhan, ketika Tuhan membawa kita melalui jalan berputar, karena kita tahu bahwa segala sesuatu pasti mendatangkan kebaikan bagi kita, ketika kita mau taat kepada Tuhan (Rm 8:28).


Ayat 19-20 :
13:19 Musa membawa tulang-tulang Yusuf, sebab tadinya Yusuf telah menyuruh anak-anak Israel bersumpah dengan sungguh-sungguh: "Allah tentu akan mengindahkan kamu, maka kamu harus membawa tulang-tulangku dari sini. 
13:20 Demikianlah mereka berangkat dari Sukot g  dan berkemah di Etam, di tepi padang gurun

Kalau kita berpikir sesungguhnya apa hubungannya tulang-tulang Yusuf dengan penyertaan Tuhan
Karena mereka mempercayai janji Allah yang pasti akan di tepati, yaitu Allah berjanji untuk memberikan tanah Kanaan kepada keturunan Abraham. Dalam kehidupan Yusuf sendiri yang adalah Man of God yang sangat mencintai Tuhannya. Semenjak Dia di tipu oleh saudaranya dan di jual ke Mesir menjadi budak sampai akhirnya menjadi penguasa di Mesir. Bukankah secara manusia, Yusuf akan mengatakan Mesir adalah Surga, apalagi yang aku inginkan, kekuasaan, kehormatan, kebesaran, uang, semua yang di inginkan orang dunia aku dapatkan. Tapi Yusuf adalah Yusuf, Man of God. Kekayaan dan kemashyuran dunia sama sekali tidak mempengaruhi imannya.

Jadi janji penyertaan Tuhan untuk membawa mereka ke tanah yang berlimpah susu dan madu di teguhkan melalui peti mati yang berisi mumi tulang-tulang Yusuf di Mesir. Pada saat umat Israel berputus asa, meragukan pimpinan Tuhan di tanah yang gersang di padang gurun yang tandus dan dahsyat maka Musa mengingatkan mereka kembali. Lihat!, lihat peti mati Yusuf pemimpin yang begitu besar percaya akan janji Allah. Pada saat mereka lupa akan janji Allah maka lihatlah peti mati Yusuf yang pasti Tuhan akan menepati janjinya.

Begitu juga ketika kita menjalani ujian dan pergumulan hidup sehebat apapun, kita harus percaya dan mengingat janji setia Tuhan bahwa Tuhan tetap ada bersama kita dan Ia pasti menolong kita, asal saja kita tetap mengerjakan bagian kita dan hidup sesuai dg jalan-jalannya dlm ketaatan penuh.


Ayat 21-22 :
13:21  TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam.
13:22  Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu.

Penyertaan Tuhan kepada bangsa Israel di padang gurun dalam bentuk tiang awan dan tiang api. * * Tiang api melambangkan kehadiran Tuhan di tengah umat-Nya (ay. 21; Kel. 14:24). Tuhan berbicara dengan bangsa Israel dari dalam tiang api (Kel. 13:17-22).
* Sedangkan tiang awan melambangkan kemuliaan Tuhan yang selalu menutupi Kemah Pertemuan (Kel. 40:34-35; 1Raj. 8:10-11).
Kedua lambang kehadiran Tuhan tersebut terus terlihat sampai bangsa Israel memasuki tanah perjanjian di bawah kepemimpinan Yosua (ay. 22).
Penyertaan-Nya yang tetap menunjukkan kasih sayang-Nya yang besar. Dia bertindak sebagai seorang Gembala.
Di tengah perjalanan padang gurun yang berbahaya itu, Tuhan tidak mengutus para malaikat-Nya, tetapi Dia sendirilah yang hadir dan memimpin perjalanan bangsa Israel.

Serupa dengan perjalanan bangsa Israel di padang gurun, hidup kita di dunia adalah sebuah perjalanan, yang terkadang menakutkan tetapi juga sekaligus menyenangkan. Bagaimana kita dapat melewati semua tantangan yang ada di depan kita? Kuncinya adalah dengan mengingat Siapa yang sedang bersama dengan kita. Tidak ada satu situasi pun yang akan kita hadapi seorang diri. Allah bersama kita.
    
KITA TAK PERLU TAHU MASA DEPAN YANG AKAN KITA HADAPI, HANYA HARUS PERCAYA BAHWA ALLAH MEMIMPIN SELURUH PERJALANAN HIDUP KITA.

Jadi janji penyertaan Tuhan melalui tiang awan dan api menu jukan betapa baiknya Tuhan kita, setelah Allah berperang dan menghancurkan kerajaan Mesir maka Tuhan tidak membiarkan umatnya begitu saja, Allah mengetahui segala pergumulan di dlm hati mereka, Allah mengetahui ketakutan dan kesulitan hidup mereka.
Selain Tuhan memberikan Nabi yang diurapi Ia berikan dan meneguhkan juga melaui mujizat yang sangat dahsyat yaitu penampakan Tuhan secara spektakuler melalui tiang awan dan tiang api. Mereka berangkat dari Sukot dan beristirahat di Etam dengan penyertaan awan dan api. Maka selain Tuhan memberikan peti mati Yusuf maka Tuhan juga memberikan tiang awan dan api yang selalu ada disitu siang malam selama bangsa Israel di padang pasir.

Awan dan Api adalah simbol keberadaan Allah di dalam Alkitab. Semenjak di kejadian 15, perjanjian Abraham dan Allah nampak adanya suluh perapian dan terus tiang awan dan api berlanjut sampai jaman PB. Didalam Kis 1:9 awan menutupi Tuhan Yesus, didalam Kis 2:1-3 bagaimana kehadiran Allah nampak melalui kuasa Roh Kudus, bahasa api.

Image awan dan api adalah manifestasi Allah yang sangat dekat dengan kita, Tuhan Yesus secara jelas mengatakan di dalam Yoh 14, 16 dan Paulus juga mengatakan didalam 1 kor 3 dan Ef 3 yang tidak kalah spektakulernya dengan manifestasi Allah di jaman Musa. Tuhan Yesus mengatakan didalam Yoh 16 mengapa Allah mengirimkan Roh Kudus yang salah satunya untuk mneguatkan kita dan terus menikmati didalam kekuatan Allah yang maha kuasa. Didalam Kis dan 1 Kor begitu jelas bahwa Shekinah glory sekarang berada didalam hati kita melalui kuasa Roh Kudus.


PENUTUP
Melalui topik di atas sekali lagi kita diingatkan untuk tidak melupakan karya keselamatan dan penyertaan Tuhan yang telah diberikan kepada kita.
Tuhan Yesus berjanji didalam Mat 28:20: Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir jaman.   

 

Jumat, 28 Agustus 2020

PENDIDIKAN IMAN DALAM RUMAH TANGGA ADALAH TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB ORANG TUA

 


PENDIDIKAN IMAN DALAM RUMAH TANGGA ADALAH TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB ORANG TUA


EKSPOSISI KITAB ULANGAN 6:4-9


6:4 Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
6:5 Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap kekuatanmu.
6:6 Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan,
6:7 haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya
apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau
berbaring dan apabila engkau bangun.
6:8 Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi
lambang di dahimu,
6:9 dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.


● PENDIDIKAN IMAN HARUS DILAKUKAN OLEH DAN DI DALAM KELUARGA


Sebagai orang tua dalam sebuah keluarga memiliki tugas dan tanggung jawab bukan hanya menyelenggarakan pendidikan moral dan etika saja bagi setiap anggota keluarganya.
Pada umumnya orang tua menyerahkan pendidikan intelektual tetapi juga karakter kepada pihak sekolah dan menyerahkan pendidikan rohani atau iman anak-anaknya kepada pihak gereja.
Sesungguhnya pendidikan dalam segala bidang termasuk pendidikan iman, merupakan tanggung jawab keluarga dalam hal ini adalah orang tua.

Musa berkata: "Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa!" (Ul 6:4).
Ayat 4 ini dan seterusnya dikenal sebagai "Shema" mengikuti kata pertama dari ayat 4 tersebut, yaitu "שְׁמַ֖ע" (šə-ma‘), yang berarti "dengarlah".

Meski kata Shema berarti "dengarlah", tetapi isi shema ini sesungguhnya adalah pengakuan iman, yaitu "Tuhan (יְהוָ֥ה, YHWH, Adonay) yang adalah Allah kita, Tuhan itu esa!"
Biasanya Shema diucapkan pertama kali oleh anak-anak Yahudi yang memasuki masa akil balik di sinagoge (rumah ibadah orang Yahudi), tetapi sebelum dan sesudahnya keluarga orang yahudi akan terus menerus mengajarkan anak-anak mereka sebagai pendidikan iman di dalam keluarga.

Di tengah-tengah keberagaman iman percaya di kalangan orang Yahudi di mana kebanyakan mengimani banyak ilah, Musa mengajarkan kepada bangsa Israel "שְׁמַ֖ע, יִשְׂרָאֵ֑ל יְהוָ֥ה אֱלֹהֵ֖ינוּ יְהוָ֥ה אֶחָֽד" (šə-ma‘, Adonay ’ĕ-lō-hê-nū, Adonay ’e-ḥāḏ).
Meski banyak ilah, bagi Musa yang harus didengar oleh orang Israel, hanya Adonay yang menjadi ilahnya orang Israel dan Adonay itu esa.

Perlu diperhatikan "šə-ma‘" (pengakuan iman) ini harus diajarkan oleh dan di dalam keluarga sehingga Musa berkata: "haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu" (Ul 6:7‭-‬9).

Jadi, pada hakikatnya pendidikan iman harus diajarkan oleh dan di dalam keluarga.

Keesaan Allah adalah dasar iman bagi keesaan keluarga, yaitu seluruh anggota keluarga harus bersatu mengakui TUHAN sebagai satu-satunya Allah.
Jadi sebagai orang beriman kita tidak boleh menyerahkan sepenuhnya pendidikan iman bagi anggota-anggota keluarga kita kepada pihak lain, tetapi kita harus sadar dan melaksanakan pendidikan iman bagi para anggota keluarga kita sebagai tanggung jawab kita sepenuhnya!

Pertanyaannya....
Adakah pendidikan iman yang kita lakukan di dalam keluarga kita ?
Ingat, pendidikan iman adalah tugas dan panggilan orang tua bagi para anggotanya!


● PENDIDIKAN IMAN UNTUK MENGASIHI ALLAH HARUS DIAJARKAN OLEH DAN DI DALAM KELUARGA


Suatu saat Yesus dicobai dengan sebuah pertanyaan tentang hukum yang terutama. Sebagian dari jawaban atas pertanyaan tersebut, Ia menjawab: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu" (Mat 22:37).
Tentunya jawaban Yesus ini mengutip Hukum Taurat karena Ia ditanya tentang hukum yang terutama.
Ia mengutip dengan sedikit memodifikasi Ulangan 6:5, yang berbunyi: "Kasihilah Tuhan , Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu."

Meski isi dari Ulangan 6:5 ini adalah perintah Musa kepada seluruh bangsa Israel untuk mengasihi Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan segenap kekuatan, tetapi ia juga memerintahkan orang tua untuk mengajarkannya kepada anak-anak mereka (Ul 6:7-9).

Kata kerja perintah "kasihilah" adalah terjemahan dari kata kerja Ibrani "אָ֣הַבְתָּ֔" (’ā-haḇ-tā) yang memiliki bentuk dasar "אָהַב" (’ā-haḇ, ’ā-heḇ).
Penggunaan kata kerja tersebut bisa menunjukkan kasih manusia terhadap sesamanya, terhadap pasangan hidupnya secara seksual, terhadap anggota keluarganya, terhadap Allah atau kasih Allah terhadap manusia.
Dari beberapa penggunaan di atas, kita dapat simpulkan penggunaan utama kata ini menunjukkan hubungan kasih yang dekat antara bapak dan anak atau sebaliknya.

Dalam konteks perintah mengasihi, Musa memerintahkan bangsa Israel sebagai anak untuk mengasihi "יְהוָ֣ה" (YHWH, Adonay) sebagai ilah atau Allah mereka sebagaimana seorang anak mengasihi bapanya.
Kasih anak kepada bapa ini harus diajarkan oleh dan di dalam keluarga berulang-ulang dan dengan berbagai cara pada setiap kesempatan dan tugas kita sebagai orang tua adalah menanamkan pada anak-anak kita sampai mereka bertumbuh hingga mereka mengasihi Tuhan sebagai Bapa mereka.

Pengajaran yang paling efektif dlm membina anak adalah melalui keteladanan orang tua mengasihi TUHAN yang diperagakan dengan kesungguhan dan ketulusan hati dimana saja kita berada, termasuk dihadapan anak-anak.

Pertanyaannya...
Apakah kita sebagai orangtua benar-benar mengasihi TUHAN dengan kesungguhan dan ketulusan hati ?
Apakah kasih kita sebagai orang tua kepada Allah, kita terus berusaha peragakan bukan hanya di depan anak-anak tetapi juga kepada mereka?
Sesungguhnya peragaan kasih kita kepada TUHAN sangat memengaruhi kasih anak kita kepada TUHAN dan juga kepada kita sebagai orangtua?
Jika anak kita mengasihi TUHAN, ia bukan hanya mengasihi kita saja, tetapi ia juga akan mengasihi anggota keluarganya yang lain bahkan sesamanya?
Kita bisa membayangkan keluarga yang bagaimana yang akan kita miliki jika setiap anggota keluarga mengasihi TUHAN?


● KASIH ITU PERAGAAN KEHENDAK DAN EMOSI YANG POSITIF


Musa berkata kepada Israel: "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu ..." (Ul 6:5).

Kata "hati" memunyai pengertian harfiah dan kiasan. Secara harfiah, hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menyaring racun yang ada di dalam diri manusia. Pengertian harfiah lainnya, di dalam Bahasa Inggris, "heart" (jantung) adalah organ tubuh yang berfungsi untuk memompa darah supaya darah tersebut bisa berputar ke seluruh tubuh manusia. Tentunya, yang dimaksud hati oleh Musa bukan dalam pengertian harfiah seperti di atas.

Kata Hati pada ayat tersebut memunyai pengertian kiasan.
Musa menggunakan kata Hati dalam bahasa Ibrani "לֵבָב" (lebab).
Di dalam kosa kata Ibrani, pengertian kiasan hati adalah manusia batiah yang berkehendak dan penuh emosi.
Sebagai ilustrasi, dalam pertandingan bulutangkis, pelatih menasihati pemainnya dengan berkata: "jangan main bulutangkis tanpa hati!" Apakah itu berarti pelatih mengawatirkan pemainnya bisa bermain bulutangkis tanpa hati (liver, penyaringbracu dalam tubuh manusia) atau jantung (organ tubuh yang memompa darah). Mustahil. Tanpa hati atau jantung, pemain itu tidak bisa bermain karena ia hanyalah mayat. Nasihat "jangan main bulutangkis tanpa hati" berarti jangan bermain bulutangkis tanpa kehendak (kemauan) dan emosi (greget).

Nah, perintah dan sekaligus nasihat Musa kepada bangsa Israel untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati berarti bangsa Israel harus mengasihi Tuhan Allah mereka dengan segenap kehendak dan emosi mereka. Kehendak dan emosi itu harus diperagakan, karena kasih itu bukan sekedar perasaan, tetapi tindakan yang dipilih untuk dilakukan. Meski kasih itu melibatkan emosi, tetapi emosi tidak boleh memimpin kasih karena emosi itu bisa sirna.
Hati yang menyatakan kehendak harus lebih dominan dari pada emosi untuk bertindak mengasihi Tuhan Allah.

Kasih yang merupakan perasaan kehendak dan penuh emosi yang positif kepada Tuhan Allah seperti di atas harus diajarkan oleh dan di dalam keluarga Kristen. Peragaan kasih kepada Tuhan itu dinyatakan pada kasih kita kepada sesama (entah sesama angota keluarga maupun sesama manusia lainnya).
Yohanes berkata: "Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.
Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya" (1 Yoh 4:20‭-‬21).


● MENYIMPAN PERINTAH DI DALAM PIKIRAN


Makna kata Hati (Ibr) "לֵבָב" lebab, bukan hanya berarti "manusia batiniah yang berkehendak", tetapi juga berarti "manusia batiniah yang berpikr" atau "pikiran" itu sendiri.

Musa berkata kepada bangsa Israel: "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan" (Ul 6:6).

Musa memerintahkan umat Israel agar mereka mengasihi Tuhan Allah yang esa dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan (Ul 6:4-5).

Jadi Musa memerintahkan umat Israel agar mereka mengasihi Tuhan Allah yang esa dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan harus selalu ada di dalam pikiran bangsa tersebut khususnya para orangtua.
Mengapa demikian?
Karena perintah itu harus diajarkan berulang-ulang oleh orang tua kepada anak-anak mereka (Ul 6:7).

Oleh karena itu, mari kita merefleksikan renungan ini dalam kehidupan keluarga kita masing-masing!


● RUMAH ADALAH SEKOLAH IMAN


Musa berkata kepada orang tua yang hidup di tengah-tengah bangsa Israel: "haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun" (Ul 6:7).

Semua orang tua pasti menginginkan anak-anaknya menjadi sukses.
Untuk meraih kesuksesan tersebut, umumnya orang tua bukan hanya menyekolahkan mereka di sekolah "favorit" yang mahal saja, bahkan orang tua juga mendatangkan guru-guru les privat untuk mengajar mereka di rumah.
Tak ada salahnya mendatangkan guru-guru les privat ke rumah, selagi mampu dan mau.
Tetapi kita harus memperhatikan baik-baik bahwa pendidikan anak tidak boleh sepenuhnya diserahkan kepada orang lain, khususnya pendidikan iman.
Banyak guru les privat yang mengajar matematika, fisika, kimia atau mata pelajaran yang lain, tetapi sangat jarang bahkan tidak ada orang tua yang mendatangkan guru les privat mata pelajaran agama Kristen ke rumah.
Mata pelajaran agama hanya didapat anak-anak di sekolah dan tambahannya diserahkan kepada pihak gereja, hal tersebut bagus tetapi masih kurang.

Musa memerintahkan agar orang tua mengajarkan iman untuk mengasihi Tuhan Allah yang esa dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan (Ul 6:5-6) di rumah. Pendidikan iman anak bukan tanggung jawab sekolah atau pun gereja saja, terlebih dari kedua institusi itu, rumah harus menjadi sekolah iman bagi anak-anaknya.
Perkataan Musa disini sangat jelas: "haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau ... di rumahmu, ...".

Mengajarkan iman untuk mengasihi Tuhan Allah yang esa dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan harus dilakukan orang tua kepada anak-anak mereka "mengajar berulang-ulang".
Garis bawahi kata "mengajar berulang-ulang".
Kata ini adalah terjemahan dari kata Ibrani "שָׁנַן" (shanan), yang secara harfiah berarti "sharp" (tajam), akan tetapi kata ini juga bisa berarti "menusuk" atau "menembus".
Jadi, "mengajar berulang-ulang" maksudnya seperti belati yang tajam yang menghujam bahkan sampai jantung atau hati anak-anak kita.
Belati tersebut bukan terbuat dari besi yang dipertajam, melainkan perintah untuk mengasihi Tuhan Allah yang esa dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan.

Jadi orang tua harus "menghujamkan belati" ke jantung atau hati anak-anak mereka setiap hari di rumah.
Rumah harus menjadi sekolah iman, dan orang tua adalah para pengajarnya, anak-anak adalah para muridnya, dan perintah untuk mengasihi Tuhan Allah yang esa dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan adalah mata pelajaran inti dan bersifat wajib, dan rumah kita harus kita rancang sebagai sekolah iman.


● TANDA DI TANGAN DAN DI DAHI


Inilah yang dikatakan Musa kepada bangsa Israel, katanya: "Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu" (Ul 6:8).
Pertanyaannya... apa yang diikat di tangan dan di dahi oleh orang tua Israel?
Kata ganti "nya" dalam kata "mengikatkannya" menunjuk kepada perintah untuk mengasihi Tuhan Allah yang esa dengan segenap hati dan dengan segenap kekuatan (Ul 6:4-5).
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana bisa mengikat perintah-perintah itu?

Dalam tradisi Yahudi, ada kotak kulit kecil yang diikatkan pada lengan atau di dahi seseorang. Nah, kotak kulit itu disebut "teffilin" dalam istilah Ibrani atau "phylacteries" dalam istilah Yunani.
Teffilin ini berisi tulisan kecil yang salah satunya, Ulangan 6:5-9, yaitu perintah untuk mengasihi Tuhan Allah yang esa dengan segenap hati dan dengan segenap kekuatan dan mengajarkannya. Ketika diikat pada lengan atau dahi, teffilin menandakan bahwa orang yang mengenakannya memiliki hubungan "perjanjian" dan memiliki ketaatan dengan Allah. Mengenakan teffilin atau phylacteries tanpa ketaatan akan mendatangkan kecaman dari Tuhan Allah karena hanya sebagai pencitraan.

Yesus berkata: "Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;.." (Mat 23:5).
Ini salah satu contoh sebuah pencitraan, yaitu mengenakan "phylacteries" supaya dilihat orang.

Jadi orang tua harus mengenakan teffilin, entah di lengan atau di dahi, sebagai tanda bahwa ia memiliki hubungan perjanjian dan memiliki ketaatan kepada Allah, tetapi pada saat yang sama untuk mengajar anak-anak bahwa mereka harus mengasihi TUHAN Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan dan mengajar itu bukan hanya dengan kata-kata melainkan juga dengan keteladanan hidup.


● RUMAH TANGGAMU MILIK TUHAN


Musa berkata: "dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu" (Ul 6:9).
Apa yang harus dituliskan pada tingan pintu dan pintu gerbang rumah orang Israel?
Salah satunya adalah perintah untuk mengasihi Tuhan, Allah yang esa dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan.
Penulisan itu bukan saja mengingatkan bahwa seluruh penghuni rumah tersebut harus mengingat bahwa mereka harus mengasihi TUHAN, tetapi harus mengajar mereka bahwa rumah tangga mereka adalah milik Tuhan.

Dalam rumah tangga Kristen pun harus ada tanda-tanda kepemilikan Tuhan atas rumah tangga tersebut. Tanda-tanda itu bisa berupa salib, gambar Yesus atau yang lainnya, karena dengan tanda-tanda, orang akan mengetahui bahwa rumah tangga kita adalah rumah tangga Kristen, juga mengingatkan setiap anggota keluarga tentang kepemilikan Kristus atas rumah tangga kita.

Tanpa mengenyampingkan arti tanda salib dan gambar Yesus, tanda-tanda yang jelas tak terbantahkan yang mengatakan bahwa rumah tangga kita adalah rumah tangga yang dimiliki Tuhan adalah praktik hidup yang mencerminkan nilai-nilai rohani Kristiani.
Tanda-tanda itu seperti kehidupan doa yang benar, pembacaan Kitab Suci yang khusuk, dan praktik kasih kepada sesama sebagai cerminan kasih kita kepada TUHAN dan mungkin masih ada hal lainnya.
Jadi, tandailah rumah tangga kita dengan praktik-praktik hidup yang menjalankan nilai-nilai Kristiani/kebenaran, maka kita sedang mengajarkan kepada anggota keluarga kita bahwa rumah tangga kita dimiliki oleh Tuhan dan orang lain dapat menyaksikan kepemilikan Tuhan Allah atas rumah tangga kita.


● FIRMAN BUKAN HANYA DIAJARKAN TETAPI DITERAPKAN


Pendidikan bukan hanya hanya pengajaran, proses belajar dan mengajar, melainkan juga melibatkan proses pelaksanaan materi ajar. Pendidikan meliputi pengetahuan yang diajarkan secara intensif dan juga keterampilan yang dilatih terus menerus. Demikian pula pendidikan iman untuk mengasihi Tuhan Allah yang esa dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan.

Musa memerintahkan orang tua yang berada di tengah-tengah bangsa Israel, katanya: "haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun" (Ul 6:7). 


Mengajar dan membicarakan adalah dua kata yang sinonim, namun Musa menggunakan kedua kata tersebut hendak menekankan juga tentang pelaksanaan praktis perintah untuk mengasihi Tuhan Allah yang esa dengan segenap hati dan dengan segenap kekuatan.

Penerapan pendidikan iman bisa di rumah atau di luar rumah. Kata-kata seperti "apabila engkau duduk" dan "apabila engkau berbaring" hendak menekankan penerapan pendidikan iman di rumah. Sedangkan kata-kata "apabila engkau sedang dalam perjalanan" dan "apabila engkau bangun" menekankan penerapan pendidikan iman di luar rumah.
Jadi, pendidikan iman itu harus dilakukan, lewat pengajaran dan penerapan, kapan saja dan di mana saja dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada hari tanpa pendidikan iman. Tidak ada bidang kehidupan terlepas dari penerapan pendidikan iman. Jadi, apa pun yang dilakukan oleh anak-anak orang percaya harus mencerminkan kasih mereka kepada Tuhan Allah yang esa.


KESIMPULAN

Mari kita menaruh perhatian dalam pendidikan Iman bagi generasi kita untuk masa depan mereka, sehingga generasi kita merupakan generasi yang hidup dalam kehendsk Tuhan dan ysng berkenan kepada Tuhan.

Sabtu, 11 April 2020

KEPERCAYAAN ABRAHAM KEPADA TUHAN DIPERHITUNGKAN SEBAGAI KEBENARAN


KEPERCAYAAN ABRAHAM KEPADA TUHAN DIPERHITUNGKAN SEBAGAI KEBENARAN

Kej. 15:6 ; Roma 4:18-22

"Lalu percayalah Abram kepada Tuhan , maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran" (Kej 15:6).

Bandingkan !!

4:18  Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu."
4:19 Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup.
4:20 Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah,
4:21 dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.
4:22  Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran


Pada saat situasi dan kondisi seseorang dalam keadaan baik dan enak sangat mudah untuk berkata "aku percaya kepada Tuhan", namun sebaliknya berbeda dengan orang yang sedang mengalami situasi dan kondisi yang sulit dan tidak enak.
Abram adalah contoh orang yang mempercayai Tuhan dalam situasi dan kondisi yang sangat sulit dan mustahil.

Kitab Kejadian menulis :
"Lalu percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran" (Kej 15:6).

Kata "lalu percayalah" (ibr) "וְהֶאֱמִ֖ן" (wə-he-’ĕ-min) kata ini menunjukkan bahwa kepercayaan Abram merupakan responnya terhadap janji Tuhan yang ia terima.

.... Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya. ... Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu" (Kej 15:5).

Terjemahan kata Ibrani "lalu percayalah" pada (Kej.15:6) tersebut hendak menyatakan bahwa Abram menganggap Allah yang membuat janji kepadanya adalah Allah yang dapat diandalkan dan sepenuhnya mampu membuat janji itu menjadi kenyataan.
Itulah definisi "percaya" menurut Abram.

Abram mempercayai janji Tuhan pada situasi dan kondisinya yang sangat sulit dan mustahil, ia telah lanjut usia, mungkin usianya mendekati 100 tahun pada saat itu, ia merasa tidak mampu lagi memiliki keturunan, Sarai istrinya juga sudah tua, mandul dan telah mati haid (menopause).

Dalam situasi dan kondisi Abram yang sangat sulit dan mustahil, Tuhan berjanji kepada Abram bahwa ia akan mempunyai keturunan sejumlah bintang-bintang di langit.
Dan ternyata Alkitab mencatat bahwa Tuhan menggenapi janjiNya tersebut kepada Abraham.

Nah, pertanyaannya untuk kita, bagaimana tingkat percaya kita kepada TUHAN ...?
Apakah kepercayaan kita seperti Abram percaya ...?
Apakah kita percaya bahwa Tuhan mampu membuat janji-janji-Nya yang mustahil bagi kita menjadi kenyataan ...?
Apakah kepada TUHAN yang berjanji, kita dapat mempercayakan hidup kita kepada-Nya ...?

Jadi jika kita benar-benar percaya kepada Tuhan, berarti kita juga harus menganggap Tuhan sebagai yang dapat diandalkan dan sepenuhnya mampu membuat segala janjiNya menjadi kenyataan dalam situasi dan kondisi yang sulit dan mustahil, sehingga kita juga akan mengalami pengalaman seperti yang Abram alami.
Dan ketika Abram percaya kepada Tuhan dan Tuhan memperhitungkan kepercayaanya itu sebagai kebenaran.

"Lalu percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran" (Kej.15:6).

Pada ayat ini terdapat kata-kata penting yang memiliki makna yang harus kita pahami disamping kata percaya tadi.
Paling tidak ada dua kata penting lainnya yang perlu dan harus juga kita perhatikan dan pahami.

Dua kata tersebut adalah kata "Tuhan memperhitungkan" dan kata "sebagai kebenaran".

Mari kita mempelajari mulai dari kata yang kedua terlebih dahulu.

● Kata "kebenaran" dalam kitab berbahasa Ibrani ditulis dengan kata "צְדָקָֽה" (tsedaqah). Kepercayaan Abram kepada TUHAN yang dapat diandalkannya yang sanggup mewujudnyatakan janji-Nya bahwa ia akan berketurunan di masa tuanya.
Dan penulis Kitab Kejadian mencatat bahwa Tuhan memperhitungkan kepercayaannya sebagai kebenaran.
Arti Kebenaran dalam konteks tertentu berarti perilaku yang sesuai dengan hukum, aturan atau perintah.
Namun di dalam konteks Kejadian 15 ini, Abram tidak melakukan atau berbuat apa-apa.
Jadi Kebenaran di sini bukan berkaitan dengan perilakunya, melainkan kepercayaannya kepada Tuhan dan penggenapan janji-Nya.

Seorang ahli Alkitab berkata bahwa Kebenaran itu berarti "a proof of genuine royalty" (sebuah bukti dari kesetiaan sejati), sebagai contohnya ialah ketika Tuhan berjanji bahwa Abram akan memiliki keturunan sebanyak bintang-bintang di langit dan ia percaya kepada-Nya sekalipun situasi dan kondisi Abram pada saat itu sangat sulit dan sangat mustahil.
Nah, kepercayaan Abram tersebut merupakan sebuah bukti bahwa Abram memiliki kesetiaan sejati kepada TUHAN.
Jadi Abram adalah contoh orang yang sungguh-sungguh setia kepada Tuhan.


● Kemudian kata "memperhitungkan" yang merupakan terjemahan dari kata kerja bahasa Ibrani "וַיַּחְשְׁבֶ֥הָ" (way-yaḥ-šə-ḇe-hā) yang berasal dari kata kerja dasar "חָשַׁב" (chashab) yang berati "to credit".
Dengan menggunakan kata "חָשַׁב" (chashab) berarti kebenaran tersebut bukan berasal dalam diri Abram sendiri, tetapi oleh karena kepercayaannya kepada Tuhan sehingga Tuhan memberikan kredit atau kepercayaan kepadanya berbentuk kebenaran.

Paulus memakai dasar untuk mengajarkan tentang 'justification" (pembenaran) Allah kepada orang berdosa yang percaya kepada Tuhan Yesus di dalam kitab Roma pasal 4 dari perbuatan Tuhan kepada Abram.
Jadi pembenaran Allah ialah bukan karena orang berdosa memiliki kebenaran di dalam dirinya, tetapi karena kepercayaannya kepada Kristus sehingga Allah memberikan kredit kebenaran sebagai bukti kesetiaan (πίστις ; pistis : taat, iman, kepercayaan) yang sejati.

Roma 4:4-5 :
4:4  Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya.
4:5 Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran

Pertanyaannya apakah TUHAN memberikan kredit kebenaran kepada kita ...?
Pemberian kredit itu sebagai bukti bahwa kita memiliki kesetiaan sejati kepada-Nya.
Apakah kita benar-benar setia dengan mempercayai-Nya dalam situasi dan kondisi bagaimanapun yang kita sedang alami, termasuk hal yang paling sulit dan mustahil sekalipun ...?
Jadi jika kita benar-benar "πίστις" (taat, setia, percaya, yakin) kepada Tuhan, pasti Ia memberikan kredit kebenaran kepada kita. 

Senin, 23 Maret 2020

KASIH KARUNIA TUHAN DAN RIWAYAT HIDUP NUH


KASIH KARUNIA TUHAN DAN RIWAYAT HIDUP NUH

Kej. 6:6-9

6:5 Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,
6:6 maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.
6:7 Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka."
6:8 Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN.
6:9 Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah. (Kej. 6:5-9)


Ayat 5-6 : TUHAN MENYESAL DAN PILU HATI KARENA MANUSIA BERBUAT JAHAT
Penulis kitab Kejadian mencatat: "Ketika dilihat Tuhan, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah Tuhan , bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya" (Kej 6:5‭-‬6).

Alkitab berkata bahwa kecenderungan hati manusia selalu membuahkan kejahatan semata-mata.
Kata "kecenderungan hati" adalah terjemahan kata Ibrani "יֵ֙צֶר֙" (yê-ṣer) yang berarti "niatan yang selalu dipikirkan" dalam hal ini oleh hati (לֵב, leb) yaitu pusat segala keinginan, kehendak dan perasaan manusia.

Jika niatan yang dipikirkan hati adalah jahat, maka kecenderungan hati tersebut pasti membuahkan kejahatan dan tidak ada yang lain.
Sesungguhnya segala sesuatu yang kita lakukan semuanya diawali dari niat hati, karena hati seperti mata air yang memancar.
Penulis kitab Amsal menyatakan: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan" (Amsal 4:23).
Artinya bahwa seluruh perilaku manusia bersumber dari hatinya, demikian juga yang dirasakan Tuhan dari hati-Nya ketika melihat manusia melakukan kejahatan atau berbuat dosa.

Ternyata kejahatan besar yang dilakukan oleh manusia membuat Tuhan bereaksi, penulis kitab Kejadian menulisnya : "maka menyesallah Tuhan , bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya."

Kata "menyesal" dalam bahasa Ibrani "וַיִּתְעַצֵּ֖ב " (way-yiṯ-‘aṣ-ṣêḇ) berasal dari kata kerja dasar "עָצַב" (atsab) yang berarti "berduka karena tidak disukakan" dalam hal oleh kejahatan manusia yang besar.

Tuhan menyesal dan berduka kepada manusia, karena sebagai ciptaan-Nya manusia yang serupa dan segambar dengan Tuhan, seharusnya keberadaan dan perilakunya sesuai dengan kehendak-Nya.
Perilaku manusia itulah yang menyebabkan Tuhan menyesal dan berduka karena Ia tidak disukakan oleh kejahatan manusia yang besar tersebut.
Jadi perbuatan manusia tersebut bukan hanya menyebabkan Tuhan menyesal dan berduka saja, tetapi juga "memilukan" hati-Nya.


Ayat 7-8 : NUH MENDAPAT KASIH KARUNIA

Pada ayat 7-8 tertulis "Berfirmanlah Tuhan : “Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka.” Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata Tuhan" (Kej 6:7‭-‬8).

Hampir semua makhluk hidup di muka bumi pada jaman itu dihapuskan oleh Tuhan, ketika Tuhan menyesal dan berduka karena perbuatan manusia, kecuali tumbuh-tumbuhan dan Nuh beserta dengan istrinya dan ketiga anaknya dan ketiga mantunya.
Nuh mendapat pengecualian bukan karena kebaikannya tetapi karena Nuh mendapat kasih karunia di mata Tuhan".

Bagaimana Tuhan menghapuskan hampir seluruh makhluk hidup pada jaman itu?
Kata "menghapuskan" adalah terjemahan dari kata kerja bahasa Ibrani "אֶמְחֶ֨ה" (’em-ḥeh) yang berasal dari kata "מָחָה" (machah) yang memiliki gagasan seperti lemak yang menempel pada perkakas yang sulit dihapuskan dan harus dihapus dengan air yang sangat banyak yaitu air bah.
Jadi karena akibat kejahatan manusia yang besar tersebut mengakibatkan hampir semua makhluk hidup pada waktu itu dimusnahkan dengan air bah.

Nuh mendapat kasih karunia Tuhan sehingga ia dan keluarga besarnya dilepaskan dari dahsyatnya air bah, sekali lagi bukan karena kebaikan dan hasil usahanya, seperti yang Paulus katakan:
"sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri" (Ef 2:8‭-‬9).

Begitu pula dengan kita, karena kasih karunia semata sehingga kita juga dibenarkan dan diselamatkan, dan Paulus mengingatkan supaya jangan ada seorangpun yang sombong dan memegahkan dìri.

Paulus berkata : "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati" (Rm 12:1).
Sekali lagi "demi kemuràhan Allah" karena itu kita tidak boleh bermegah, tetapi yang harus kita lakukan ialah mempersembahkan tubuh kita (dirimu) sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Allah tanpa terpaksa.


Ayat 9 : NUH ADALAH ORANG YANG BENAR, ORANG YANG SEMPURNA PENUH DAN ORANG YANG BERGAUL DENGAN ALLAH

Penulis kitab Kejadian menarasikan Nuh adalah tokoh yang sempurna dalam kebenaran.
"Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah" (Kej 6:9).

Kata "riwayat" berasal dari kata Ibrani "תּוֹלְדֹ֣ת" (tō-wl-ḏōṯ) yang dapat di terjemahkan dengan kata "sejarah keluarga".

Alkitab mengatakan: "... Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah".

>> Ada tiga hal yang menggambarkan karakter Nuh :

Pertama, Nuh adalah seorang yang benar, dalam teks ibrani "צַדִּ֛יק" (ṣad-dîq).
Kata "צַדִּ֛יק" (ṣad-dîq) berarti "rigtheous" dan bukan "true".
Rigtheous adalah kebenaran yang menggambarkan perilaku seseorang, sedangkan "true" menceritakan hakikat kebenaran.
Seseorang dikatakan "righteous" jika perilakunya sesuai dengan aturan, hukum, tata krama, adat istiadat, kebiasaan yang diterima bersama oleh sebuah komunitas, dsb.

Sedangkan "true" maknanya "benar tanpa perlu pembuktian dengan perilakunya."
Contohnya air mineral itu bening dan tidak perlu dibuktikan supaya orang percaya kebeningannya.

Nuh dikatakan seorang yang benar karena ia menjalankan aturan atau hukum dalam perilakunya. Sebagai buktinya, Alkitab berkata :
"Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya" (Kej 6:22).
Aturan atau hukum yang dilakukan Nuh adalah perintah Allah.
Ia melakukan perintah-Nya "tepat seperti" yang diperintahkan-Nya, dan perintah Allah merupakan hukum yang tertinggi.
Jadi kebenaran yang telah dicapai Nuh karena ia melakukan hukum yang tertinggi sehingga perilaku Nuh dipandang, dilihat, dinilai dan dihakimi oleh Allah sendiri.


Kedua, Nuh orang yang sempurna penuh.
Pada Kitab Kejadian 6:9, dikatakan Nuh ... "tidak bercela," di antara orang-orang sezamannya".

Kata "tidak bercela," dalam teks ibrani di pakai kata (תָּמִ֥ים ; tā-mîm) yang mempunyai makna manusia yang "full perfect" (sempurna penuh) diantara orang-orang sezamannya.

Semua manusia pada jaman Nuh menjalankan hidup yang rusak.
"Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi" (Kej 6:12).

Jadi kata ibrani (תָּמִ֥ים ; tā-mîm) yang disandangkan oleh Nuh menunjukkan kesempurnaan penuh dalam intergeritasnya, kata ini juga menyatakan kedewasaannya yang tidak terpengaruh oleh kejahatan orang-orang sezamannya.
Ia seperti ikan yang hidup di laut dengan air asin melingkupi dirinya, namun tidak terpengaruh menjadi asin.
Karena kesempurnaannya yang penuh, ia pun dideskripsikan sebagai orang yang benar karena perilakunya yang tidak terpengaruh dan rusak oleh kejahatan orang-orang sezamannya, melainkan ia dikendalikan oleh perintah Allah, sehingga Nuh hidup dalam kesempurnaan penuh, kedewasaan penuh dan integritas penuh.


Ketiga, Nuh bergaul dengan Allah
Disamping Nuh memiliki karakter "צַדִּ֛יק" (benar) dan "תָּמִ֥ים" (sempurna penuh), ia juga bergaul dengan Allah.

Kata yang diterjemahkan "bergaul" berasal dari kata Ibrani "הִֽתְהַלֶּךְ" (hiṯ-hal-leḵ) dari kata dasar "הָלַך" (halak) yang berarti "berjalan", yang menyatakan bahwa Nuh berjalan sangat dekat dengan Allah.

Kedekatannya dengan Allah bukan secara fisik tetapi secara batiniah.

Kata bergaul ; "הִֽתְהַלֶּךְ" (hiṯ-hal-leḵ) berarti "to live in close proximity to" (hidup berdekatan dengan ... ) dan menyatakan "maintain cordial relations with" (menjaga hubungan baik dengan ... ). Hubungan baik dan bahkan yang terbaik adalah hubungan yang "cordial" (ramah) didasari dari dan dengan hati.

Penulis Kitab Kejadian hendak menyatakan bahwa Nuh hidupnya diwarnai dengan hubungan kedekatan batiniah dengan Allah.
Hubungan yang sangat akrab, dekat dan dipenuhi keramah-tamahan.

Sabtu, 21 Maret 2020

MENGANDALKAN TUHAN


MENGANDALKAN TUHAN

Disusun oleh : Erwan, S.Adm.,MA.(Can)

Yeremia 17:1-8

Pergumulan nabi oleh karena bangsa yang berdosa

17:1  "Dosa Yehuda telah tertulis dengan pena besi, yang matanya dari intan, terukir pada loh hati mereka dan pada tanduk-tanduk mezbah mereka 17:2  sebagai peringatan terhadap mereka! --Mezbah-mezbah mereka dan tiang-tiang berhala mereka memang ada di samping pohon yang rimbun di atas bukit yang tinggi, 17:3 yakni pegunungan di padang. Harta kekayaanmu dan segala barang perbendaharaanmu akan Kuberikan dirampas sebagai ganjaran atas dosamu di segenap daerahmu. 17:4 Engkau terpaksa lepas tangan dari milik pusakamu yang telah Kuberikan kepadamu, dan Aku akan membuat engkau menjadi budak musuhmu di negeri yang tidak kaukenal, sebab dalam murka-Ku api telah mencetus yang akan menyala untuk selama-lamanya."17:5 Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! 17:6 Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk. 17:7 Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! 17:8 Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.


Sejarah Nabi Yeremia mencakup kurun waktu 40 tahun, dari saat ia dipanggil pada tahun ke-13 pada jaman pemerintahan Raja Yosia (th. 626 sM) sampai jatuhnya Yerusalem th. 587 sM.
Selama 40 th. itu ia bernubuat pada waktu ia berkotbah pada pemerintahan 5 raja Yehuda terakhir, yaitu Raja Yosia, Yoahas, Yoyakim, Yoyakhin dan Zedekia.

Yeremia terkenal melalui kenabiannya melakukan reformasi yang hebat pada jaman masa pemerintahan Raja Yosia, ia bernubuat untuk memperbaiki taraf kehidupan orang Yehuda di berbagai bidang kehidupan. Oleh karena reformasi-reformasi yang dilakukan itu, penduduk Yehuda secara ekonomi makmur.
Mereka menikmati keamanan oleh karena militer yang kuat, sistem pemerintahan yang aman dan sejahtera bagi Yehuda, karena sebelumnya sangat kacau pada masa pemerintahan Raja Manasye. Akan tetapi reformasi di bidang ekonomi, sosial dan militer, tidak diikuti dengan reformasi yang serius di bidang keagamaan atau hal-hal rohani.

Pada masa itu penduduk Yehuda melanjutkan kebiasaan agama kafir sebagiamana yang mereka lakukan pada pemerintahan sebelumnya dan menjadikannya praktek hidup mereka, dengan beribadah kepada Baal, memelihara berhala-berhala pelacuran suci, dan praktek ketidakadilan sosial menjadi praktek hidup yang lazim di Yehuda.
Dalam konteks kehidupan seperti inilah Yeremia bernubuat atas otoritas Tuhan yang diyakininya pasti terjadi. Yeremiapun mengingatkan orang-orang Yehuda tentang bagaimana Tuhan telah memperlihatkan kasih setia-Nya kepada mereka dan disisi lain Yeremia mengkritik penduduk Yehuda dengan keras karena ketidaksetiaan mereka kepada Tuhan.

Yeremia menjadi yakin bahwa Tuhan akan menjatuhkan hukuman atas Yehuda sehingga Yehuda akan mengalami kerugian yang hebat yang disebut berasal dari Asyur dan Babel. Selain itu sekaligus nabi Yeremia berharap dengan berita hukuman maka ada titik balik atau pertobatan Yehuda. Harapannya Yehuda akan bertobat karena itu ia terus mendorong supaya mereka berbalik kepada Tuhan. Inti dari konteks pergumulan penduduk Yehuda adalah sinkretisme dan pengandalan diri.

Namun sangat disayangkan walaupun nubuat sudah diberikan, kenyataannya justru penduduk Yehuda tetap berpaling dari Allah dan berharap kepada Mesir untuk menjamin mereka dari rongrongan bangsa lain.
Mereka lebih mengandalkan manusia dari pada mengandalkan Tuhan.
Karena alasan itulah yang membuat Nabi Yeremia menyerukan agar mereka mau kembali dan hidup mengandalkan Tuhan.

Sebelum kita membahas perihal Yehuda harus kembali mengandalkan Tuhan yang di serukan oleh Nabi Yeremia (Yer. 17:7-8), untuk lebih jelasnya sebaiknya kita mulai membahas dari ayat 1 terlebih dahulu.


Ayat 1-4 : Perbuatan dosa penduduk Yehuda dan akibatnya

Nabi Yeremia menyatakan dengan tegas bahwa orang Yehuda hidup dalam kefasikan yang besar.
Orang Yehuda secara kolektif memilih untuk tetap hidup dalam dosa dan Yeremia menyimbolkannya sebagai perbuatan yang terukir pada mereka yaitu diri mereka.
Penyembahan berhala dan kejahatan semakin merajalela dan menjadi bagian integral dari hidup mereka. Perbuatan mereka berdampak pada mereka akan terhilang dan mengalami kerugian yang tak terelakkan.
Ketidaksetiaan berakibat fatal yakni mereka kehilangan negeri, kehilangan berkat dan hidup dalam ketakutan sebagai bangsa budak. Tuhan memberi vonis berat yakni segala kenikmatan dan kekayaan di tanah perjanjian akan menjadi rampasan orang lain. Mereka akan mengalami kejatuhan besar.
Yang dulunya hidup ada menjadi tiada, yang dulunya hidup berkelimpahan menjadi kekurangan, yang dulunya hidup dalam kemerdekaan menjadi hidup dalam ketakutan sebagai budak.
Persoalan mendasar yang dihadapi oleh orang-orang Yehuda sesungguhnya adalah persoalan hidup yang tidak mengandalkan Tuhan.


Ayat 5-8 : Konsekuensi jika Penduduk Yehuda mau berbalik dan mengandalkan Tuhan
Nabi Yeremia mencoba menyandingkan kepercayaan yang berlawanan yang menghasilkan buah yang berlawanan. Yeremia mengkontraskan kehidupan umat Yehuda yang mengandalkan diri pada kenikmatan sesaat dengan kehidupan orang yang mengandalkan Tuhan.
Bagi Yeremia, mereka yang mengandalkan diri pada manusia serta segala yang ada pada mereka, dilukiskan seperti padang gurun penuh semak bulus yang tidak akan mengalami datangnya keadaan baik.
Bentuk kepercayaan yang berpusat pada diri dan sandaran diri pasti akan bermuara pada kekecewaan dan pasti akan lenyap. Mereka tidak akan mengalami datangnya masa kebaikan. Mereka akan menemui hari hidup dalam ketakutan, kecemasan dan kebinasaan.

Sebaliknya bagi Yeremia mereka yang mengandalkan Tuhan diibaratkan seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air. Bisa jadi pohon yang ditanam pada tepi air akan mengalami masa yang berat saat masa pertumbuhannya tapi ia akan mendapatkan kekuatan dari Tuhan yang membuat akarnya semakin tertancap dalam, berdiri kokoh dan menghasilkan buah.
Dari segi sastra ayat 8 sama dengan Mazmur pasal 1:1 dan 6, kita tidak tahu apakah Yeremia mengutip kitab Mazmur.
Dalam Mazmur ada penggambaran nasib orang benar dan fasik. Orang fasik hidup dan masa depan mereka tidak menentu arahnya, bagaikan sekam yang ditiup angin dan jalannya menuju kebinasaan. Berbeda dengan orang benar, tidak berjalan menurut jalan orang fasik tapi yang menjadikan taurat Tuhan sebuah kesukaan dan merenungkannya siang dan malam.
Lalu tentang nasib mereka dikatakan jalan hidup mereka Tuhan kenal dan selalu menghasilkan buah, sesuai dengan pernyataan "Apa saja yang diperbuatnya berhasil."

Mari kita membahas satu persatu ayat 5-8 :

Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia (ay.5)

Bagian pertama ini begitu tegas dan jelas, bahwa setiap orang yang mengandalkan manusia akan terkutuk.
Apa yang dimaksud dengan mengandalkan manusia?
Bagian ini menjadi jelas apabila kita membaca lebih lanjut ayat 5, bahwa mengandalkan manusia adalah ketika seseorang menjadikan dirinya sebagai pusat pertimbangan, jalan keluar dan orientasi hidup, dengan kata lain hidup mengandalkan diri sendiri berarti sama dengan menjauhkan diri dari Tuhan.

Istilah kutuk dalam bahasa Ibrani אָרַר (aw-rar') yang berarti kutuk, dijijikkan atau dijauhi oleh Allah. Pertanyaannya, apakah yang terjadi jika Allah sendiri merasa jijik melihat kita?
Allah menjauh dan tidak lagi peduli pada kita yang merupakan akibat perbuatan kita sendiri yang merasa tidak membutuhkannya.

Konsekuensi bagi orang yang mengandalkan manusia (ay.6)
Akibat dari mengandalkan manusia atau diri sendiri adalah kesengsaraan hidup bagaikan semak bulus yang tidak mengalami keadaan baik.
Bahkan Yeremia menyamakan kondisi orang yang terkutuk itu bagaikan orang yang tinggal di padang gurun, hidup di padang asin yang tidak berpenduduk.
Kesan yang kuat dari kondisi ini adalah mengalami kehancuran hidup.

Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan (ay.7)

Orang-orang yang mengandalkan Tuhan akan menerima berkat dari Tuhan.
Apakah yang dimaksud dengan mengandalkan Tuhan?
Mereka yang mengandalkan Tuhan adalah mereka yang memiliki ketergantungan dan berpengharapan yang sangat hanya kepada Tuhan.
Artinya, melibatkan Tuhan dalam segala hal yang sedang direncanakan atau yang akan dilakukan.
Mengandalkan berarti "memercayakan diri kepada pribadi yang di percayai tanpa rasa takut, bimbang, kuatir, dsbnya".
Jadi, jika kita mengatakan bahwa kita mengandalkan Tuhan, berarti kita memercayakan diri kita kepada Tuhan tanpa ada rasa takut, bimbang dan kuatir.
Pemahaman ini berasal dari kata dasar bahasa Ibrani "בָּטַח" (batach) yang memiliki pengertian "memercayakan diri kepada seseorang tanpa rasa takut, bimbang, kuatir, dsbnya".

Kemudian kata "diberkati" dalam bahasa Ibrani בָּרַךְ (barak) yang berarti diberkati, berlutut di hadapan Allah dan atau menjalin kedekatan yang sangat kuat.
Istilah ini sama dengan yang dipakai pada saat Tuhan memberkati Abraham (“TUHAN kemudian memberkati Abrahan”) yang juga bermakna menjalin hubungan yang sangat dekat dengan Allah sehingga ia disebut sahabat Allah.
Orang yang mengandalkan Tuhan akan diberkati.
Ini berarti Tuhan mendekatkan jarak denganNya atau menjalin hubungan yang dalam dengan seorang yang diberkati.

Konsekuensi bagi orang yang mengandalkan Tuhan (ay.8)

Tuhan memberkati orang yang mengandalkan Dia, dan akibat kesediaan orang mengandalkan Tuhan dikatakan hidup orang tersebut bagaikan pohon ditepi air, yang berarti mudah menjalani kehidupan dan tidak mengalami kekurangan.
Bahkan yang luar biasa dari mengandalkan Tuhan adalah tidak mengalami kekuatiran terhadap masalah yang akan datang sebab segala sesuatu akan jadi berhasil (menghasilkan buah).

Jadi hanya mereka yang mengandalkan Tuhan-lah yang diberkati dan mengalami hubungan yang intim dan dalam dengan Tuhan.


Kesimpulan
Tuhan mengajar kita supaya kita tidak mengandalkan manusia, karena manusia dapat mengecewakan, ingkar janji dan memiliki kemampuan yang terbatas.
Berbeda dengan Tuhan yang selalu menepati janji-NYA dan Ia tidak pernah mengingkari janji-NYA.
Tuhan adalah pribadi yang Maha Kuasa dan tidak ada yang dapat membatasi kuasa-NYA.
TUHAN sanggup memberikan pertolongan sesulit atau seberat apa pun persoalan hidup kita disaat bagaimanapun, kapan pun dan dimana pun kita membutuhkan pertolongan-NYA.
TUHAN adalah pribadi yang dapat diandalkan.

Nb. 
*Jika ada pertanyaan hub. Wa: 082157116469
*Materi lainnya klik : erwanmusa.blogspot.com

Kamis, 12 Maret 2020

TAWANAN ROH

TAWANAN ROH


Kisah Para Rasul 20:1-38
(Ayat 22) Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa
yang akan terjadi atas diriku di situ.
(Ayat 23)  selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa
penjara dan sengsara menunggu aku.
(Ayat 24) Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis
akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus
kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah.


Devinisi Tawanan :
▪ Tawanan adalah orang yang ditawan atau ditangkap.
▪ Kata tawanan sering dijumpai dalam suatu peperangan, pihak yang kalah akan menjadi tawanan pihak yang menang.
▪ Tawanan tidak bisa berbuat apa-apa.
▪ Nasib tawanan ada di pihak yang menawan
▪ Menjadi tawanan berarti kita tidak mempunyai  hak dan kebebasan mengatur hidup kita lagi
▪ Tawanan roh artinya hidup seseorang dikuasai dan dipimpin oleh Roh Kudus dan Roh Kudus memimpin semua orang percaya di dalam kebenaran Firman.
> Ia tidak pernah memimpin kita untuk melawan atau menyimpang dari prinsip Firman Tuhan.
▪ Paulus mengatakan bahwa dirinya adalah seorang tawanan Roh.
▪ Nasibnya ada di tangan Roh yang menguasainya.
▪ Roh yang dimaksud Paulus adalah Roh Kudus atau Tuhan.
▪ Paulus tahu apa yang harus dilakukannya sebagai tawanan yaitu mencapai garis akhir.
▪ Ia harus menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus untuk bersaksi tentang Injil kasih karunia Allah (ayat 24).

Kriteria Tawanan Roh :
-- Siap untuk menerima konsekwensi dengan harga yang harus di bayar
-- Disamping itu harus memiliki penyangkalan diri demi melakukan kehendak Tuhan
( Paulus rindu ke Roma dan satu saat di tahan untuk diam di satu kota )
▪ Ketika kita mengambil keputusan percaya kepada Tuhan Yesus, sesungguhnya kita menjadi tawanan roh (Kisah Para Rasul 20:22)
▪ Karena kita telah di beli sehingga hidup kita mutlak milik Kristus dan kita wajib hanya hidup bagi Dia (1 Kor. 5:20)

▪ Jadi sesungguhnya semua orang yang percaya kepada Kristus adalah Tawanan Roh.
▪ Roh Kudus yang Tuhan berikan kepada setiap orang percaya adalah pribadi yang menawan dan berkuasa atasnya.
▪ Roh Kudus akan menuntun setiap orang yang menjadi Tawanan Roh berjalan di dalam kebenaran Tuhan dan melakukan seluruh perintah-Nya.

▪ Tidak sedikit orang Kristen yang hidupnya ada di bawah pengaturan diri sendiri.
▪ Sebenarnya orang seperti ini tanpa sadar telah disesatkan oleh roh jahat, sehingga mereka tidak mengalami rencana Allah yang harus digenapi dalam hidup mereka.
▪ Ada gereja yg hadir dengan segudang program yang tidak dikonfirmasikan dengan Allah, mendengar suara Tuhan untuk mengetahui kehendak Tuhan telah diganti oleh sistem lain yang dianggap lebih canggih, yaitu pola kerja hasil karya rasio manusia.

▪ Dalam kehidupan pribadi, tidak banyak orang yang mendiskusikan rencana, cita-cita dan keinginan hatinya dengan Tuhan.
▪ Banyak orang berjalan sesuai dengan selera, perhitungan dan keinginannya sendiri.
Memang kita tidak selalu bertanya apa yang harus kita lakukan.
▪ Tetapi seseorang yang mengerti kebenaran Firman Tuhan dan berhasrat dengan sungguh-sungguh mau menyenangkan hati Tuhan, pasti memiliki kepekaan untuk membedakan apakah sesuatu yang dilakukan sesuai kehendak-Nya atau tidak.
▪ Yang membuat kita sulit mengerti kehendak Tuhan adalah karena kita telah memplot apa yang kita ingini.
▪ Semakin memplot apa yang kita ingini, maka sesungguhnya makin sulit menangkap atau makin bingung mengerti kehendak Tuhan.
▪ Tetapi semakin seseorang memiliki kesediaan menyerah kepada kehendak Tuhan dan berkerinduan menyenangkan hati-Nya, semakin ia peka mengerti apa yang Tuhan kehendaki dan tidak berjalan sesuka hati dan pikirannya.
▪ Berkenaan dengan hal ini, Yakobus menasihati kita agar kita tidak melupakan Tuhan dalam setiap perencanaan.
Oleh sebab itu setiap rencana kita harus dimulai dengan kalimat:
Jika Tuhan menghendakinya (Yakobus 4:13-17)
▪ Seorang yang mau menjalani hidup baru dalam Tuhan ditandai dengan hidup dalam penurutan terhadap kehendak Tuhan Yesus. -------> pisteuo
Tuhan Yesus sebagai gembala yang baik menuntun kita dalam segala hal, supaya kita menikmati damai sejahtera dan berkat-Nya.
▪ Ketidaktepatan memiliki resiko yang berat ----> Yunus
Oleh sebab itu anak-anak Tuhan dalam menyusun rencana, harus dalam pimpinan Tuhan.
Ex : Nuh, Abraham dll

▪ Ada kebiasaan orang datang kepada Tuhan untuk supaya Tuhan memberkati rencananya.
Hal ini sesungguhnya sama dengan meminta legitimasi (pengesahan), tanpa terlebih dahulu mohon konfirmasi (persetujuan).
▪ Ini adalah sikap mengatur Tuhan.

▪ Latihan demi latihan untuk menangkap dan menemukan pimpinan-Nya membuat kita semakin peka, sehingga dalam segala hal kita dapat berjalan menurut pimpinan-Nya.
Sampai taraf ini sesungguh kita sudah menjadi tawanan Roh.
▪ Untuk itu mulai sekarang kita harus mulai mempercakapkan apa yang terjadi dalam hidup kita, rencana-rencana, kerinduan, keinginan dan segala hal dalam hidup ini dengan Tuhan.
▪ Sebagaimana tokoh-tokoh iman dalam Alkitab begitu karib dengan Allah dan menerima pimpinan-Nya secara konkret.
▪ Kebiasaan seperti ini akan membuat kita tidak akan melangkah tanpa doa dan tanpa memohon pimpinan Tuhan, justru akan membuat kita menjadi terbiasa bergaul dengan Allah
Ex : Nuh, Yesus, Paulus dll

Rasul Paulus memberi sebuah keteladanan hidup yang sepenuhnya dipimpin oleh Roh Kudus, bahkan ia menyebut dirinya sebagai tawanan Roh.
Karena menjadi tawanan Roh berarti hidup Paulus sepenuhnya dikendalikan oleh Roh Kudus.  Terbukti:  Paulus rela meninggalkan segala-galanya demi Kristus  (Filipi 3:7-8), rela menderita demi Injil dan menyerahkan seluruh hidupnya secara penuh untuk melayani Tuhan sampai garis akhir hidupnya.




Rabu, 11 Maret 2020

MEMBANGUN HIDUP BERKENAN DAN DICINTAI ALLAH

MEMBANGUN HIDUP BERKENAN DAN DICINTAI ALLAH



"Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan" (Ayub 1:1)

Ayub mencintai Allah lebih dari hidupnya, sehingga Allahpun sangat mencintainya


■ 4 Hal yang membuat Allah mencintai Ayub :


● # Pertama, Ayub berkarakter saleh.
Kata "saleh" (ibr)  תָּ֧ם ; tām, yang berarti "blameless" (tak bercela) atau "perfect".
Ayub tetap hidup tidak bercela ketika iblis membuat Ayub menjadi melarat dan sakit hebat, namun Ayub tetap mencintai Allah dengan sempurna.
Penulis kitab Ayub menulis : "... Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya" (Ayub 2:10) dan "tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut"  (Ayub 1:22). 


● # Kedua, Ayub berkarakter jujur.
Kata (Ibr) jujur sama artinya dengan lurus.
Karakter Ayub "lurus" ke atas menembus hati Allah.
Peringatan Paulus kepada jemaat di Filipi:
"Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia" (Flp 2:14‭-‬15). Kata lurus lawan katanya " bengkok hati", dan orang yang hidup lurus sama dengan "orang yang bercahaya di antara orang-orang yang bengkok hati dan sesat, seperti bintang-bintang di dunia".


# Ketiga, Ayub berkarakter "takut akan Allah". 
Frasa "Takut akan Allah" di sini bukan takut seperti kepada Iblis, tetapi takut karena hormat kepada Allah yang merupakan cerminan sebagai seorang yang saleh dan jujur.
Tidak ada orang Takut akan Allah tetapi hidupnya tidak saleh dan tidak jujur, karena ketiga hal tersebut terikat menjadi satu kesatuan.
Di tengah derita kemelaratan dan sakit yang hebat, Ayub tetap bereaksi dengan benar :
"Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan !" (Ayub 1:20‭-‬21).


# Keempat, Ayub berkarakter "menjauhi kejahatan". 
Dalam frasa Ibrani kata "menjauhi kejahatan adalah satu kesatuan dengan kesalehan, kejujuran dan takut akan Allah.
Keempat-empatnya menyempurnakan karakter Ayub. Ketika hujatan yang istrinya sarankan, Alkitab mencatat Ayub tetap membangun hidupnya dengan benar :
"Maka berkatalah isterinya kepadanya: “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!” Tetapi jawab Ayub kepadanya: “Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya" (Ayub 2:9‭-‬10).



Kesimpulan :
Kesempurnaan karakter Ayub dengan membangun hidup dalam kesalehan, kejujuran, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan, membuat ia berkenan dan di cintai oleh Allah.

MEMBANGUN HIDUP BERKARAKTER ILAHI

MEMBANGUN HIDUP BERKARAKTER ILAHI



Setiap orang percaya harus berkarakter Ilahi dan karakter setiap orang tidak dihasilkan dari faktor keturunan, sebagai contohnya, orang tua yang rajin tidak otomatis anaknya rajin pula.
Kerajinan seseorang dikondisikan oleh orang tua atau diri sendiri.
Jadi karakter seseorang terbentuk dari proses sebuah perbuatan yang menetap yang terus menerus di lakukan hingga menjadi gaya hidup.
Demikian pula dengan karakter Ilahi.


Ayub berkarakter ilahi, sebagai buktinya Alkitab berkata bahwa ia hidup saleh, jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan" (Ayub 1:1,8)


Alkitab juga mencatat, bahwa Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil anak-anaknya, dan menguduskan mereka dengan cara mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah anaknya, karena pikirnya : Mungkin anak-anakku telah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati. 
Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa (Ayub 1:5). 


Menguduskan dengan mempersembahkan korban yang dilakukan senantiasa oleh Ayub, membentuk sebuah karakter ilahi, karena perbuatannya tersebut menyatakan kesalehannya, kejujurannya, sikap takut kepada Allahnya dan sebagai wujud ia menjauhi kejahatan.


Jadi karakter ilahi harus dibentuk, dan bukan di hasilkan secara otomatis sebagai pembawaan sejak lahir.


Agar karakter Ayub semakin luar biasa, maka karakternya diuji atau diasah atas seijin Allah oleh iblis, dengan tujuan supaya karakter ilahi yang dimiliki oleh Ayub murni seperti emas, dan bukan di hasilkan karena kekayaan yang dimilikinya atau kesehatannya seperti yang di tuduhkan iblis kepadanya (Ayub 1:9-11; 2:4-5)


Iblis menguji Ayub hingga menjadi miskin dan sakit parah (ada yang menafsirkan penyakit yang di derita Ayub adalah "Stevenson Johnson syndrome").
Ternyata Ayub bisa lulus dari ujian yang iblis lakukan, ia tetap memiliki karakter ilahi, walaupun ia menjadi miskin dan sakit parah (Ayub 1:20-21; 2:10).


Ia pun juga menjawab dengan bijaksana tuduhan tiga sahabatnya yang berkata bahwa segala kesulitan dan penderitaan yang Ayub alami, semua disebabkan karena ia telah berdosa melawan Allah, namun Ayub dengan bijak menjawab :
"Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas" (Ayub 23:10).

Ayub bersikap demikian, karena ia memahami bahwa tujuan Allah mengijinkan ujian yang ia alami adalah untuk maksud supaya ia memiliki karakter yang murni seperti emas yaitu karakter Ilahi.


Ayub adalah orang yang memiliki karakter ilahi dan ia layak menjadi contoh dan teladan bagi kita.

Sabtu, 29 Februari 2020

BUAH PERTOBATAN SEJATI (Lukas 19:1-10)


BUAH PERTOBATAN SEJATI (Lukas 19:1-10)

Oleh : Pdt. Erwan Musa


Pertobatan sejati seseorang di dalam Kristus seharusnya tidak berhenti sampai pada pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan juru selamat saja, tetapi pengakuan tersebut harus diikuti terus dengan suatu perubahan hidup yang nyata dalam tingkah laku dan perbuatannya.

Jadi perubahan yang terjadi dalam hidup kita, tidak berhenti sampai pada pengetahuan tentang siapa Kristus, tetapi juga mencakup perbuatan-perbuatan yang sungguh-sungguh menghormati dan mentaati Tuhan Yesus.

Pada kesempatan ini kita akan belajar melalui narasi yang di tulis oleh Lukas yaitu "Kisah Pertobatan Zakheus dan Pelayanan Yesus Kepada orang yang terabaikan yaitu Zakheus" pada Injil Lukas 19:1-10


ZAKHEUS

19:1  Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu.
19:2  Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya.
19:3  Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek.
19:4  Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ. 
19:5  Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu."
19:6  Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita.
19:7 Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa."
19:8 Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan:  "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat."
19:9  Kata Yesus kepadanya: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham.
19:10  Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang."


Perjumpaan Yesus dan Zakheus (Ayat 1 dan 2)

▪ Perjumpaan Tuhan Yesus dengan Zakheus terjadi di kota Yeriko, pada saat Yesus dalam perjalanan hendak ke Yerusalem.
▪ Yerikho pada zaman itu merupakan salah satu kota yang paling kuno di dunia yang terkenal dengan kayu Balsam dan buah Kurmanya.
▪ Yerikho juga merupakan suatu kota yang permai dan makmur dimana kota ini merupakan pos penting untuk memungut cukai atas berbagai-bagai barang. 
▪ Dan di Kota Yerikho tinggal banyak pemungut cukai yang dipandang rendah oleh pemuka-pemuka agama dan dibenci oleh rakyat, baik karena alasan keagamaan maupun alasan politik dan sosial.


Siapakah Zakheus ?

▪ Zakheus adalah seorang yang kaya dan berprofesi sebagai komisaris atau kepala pajak atas distrik Yerikho.
▪ Ia membeli posisi atau jabatan tersebut dari penguasa Romawi.
▪ Kala itu orang-orang Yahudi sangat membenci dan menjauhi orang-orang yang bekerja untuk Roma karena mereka sering (walau tidak selalu), memungut lebih (pungli) dari takaran yang seharusnya, biasanya ini merupakan cara bagaimana mereka mendapatkan harta yang lebih.
▪ Zakheus memang kaya tetapi tidak berbahagia hidupnya dan tidak dapat dihindarkan bahwa ia mengalami kesepian karena ia telah memilih jalan yang menjadikan dia seorang ”outcast” (seseorang yang dikucilkan).
▪ Zakheus tidak memiliki nama baik dalam kota itu, karena seorang pemungut cukai dianggap rendah dengan berbagai sudut pandang di berbagai bidang atau tepatnya di cap sebagai orang berdosa.


Zakheus Kepala Pemungut Cukai

▪ Pemungut Cukai (bahasa Latin: publicanus) adalah istilah yang digunakan bagi orang yang bertugas mengumpulkan pajak dari masyarakat Yahudi untuk diserahkan kepada pemerintah Romawi di Palestina sekitar abad pertama.
▪ Dengan demikian pemungut cukai adalah petugas pajak yang merupakan salah satu jenis pekerjaan di masyarakat Yahudi waktu itu.
▪ Akan tetapi profesi pemungut cukai dipandang buruk oleh masyarakat Yahudi di sekitar mereka bahkan cenderung dibenci oleh rakyat.
▪ Pemungut cukai adalah orang yang tidak menerima gaji apapun untuk pekerjaannya, tetapi ia boleh memungut sebanyak mungkin uang, sehingga ia mempunyai sisa yang agak banyak setelah membayar kepada pemerintah jumlah yang ditentukan.
▪ Dengan pengertian tersebut kemungkinan besar orang banyak beranggapan bahwa Zakheus memungut jauh lebih banyak dari apa yang seharusnya. 


Alasan orang Yahudi membenci semua Pemungut Cukai

▪ Karena memberatkan rakyat.
▪ Karena Pemungut Cukai menarik pajak untuk pemerintah Romawi yang dianggap musuh oleh rakyat.
▪ Cara yang digunakan para pemungut cukai sangat kejam dan tidak adil.

▪ Jadi Pemungut Cukai dipersepsikan sebagai orang berdosa, karena sebagai petugas pajak mereka adalah antek - antek bangsa Romawi penjajah bangsa Israel, karena mereka memungut pajak penghasilan dari warga Israel untuk disetorkan kepada wakil pemerintah Romawi di wilayah jajahan Israel.
▪ Pada zaman Zakheus, kota Yerikho menjadi pusat produksi dan ekspor untuk "Balsam Mekkah", sehingga kedudukan Zakheus sebagai kepala pemungut cukai di kota itu tentunya sangat penting dan menghasilkan kekayaan besar.


Syarat atau Kriteria Menjadi Pemungut Cukai pada jaman Zakheus

▪ Seorang pemungut cukai bukanlah orang sembarangan, sebab mereka perlu memiliki kemampuan menulis, membaca, dan berhitung.
▪ Selain itu, mereka harus memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan orang-orang, baik pejabat pemerintahan maupun rakyat biasa.


Sistem Pengumpulan Pajak

▪ Pajak merupakan salah satu pemasukan penting bagi pemerintahan Romawi.
▪ Pajak-pajak tidak dikenakan kepada warga negara Romawi, melainkan dikumpulkan dari wilayah-wilayah taklukannya.
▪ Pada awalnya, pemerintah Romawi mengumpulkan pajak melalui para pengusaha Romawi yang membayarkan pajak yang seharusnya dikumpulkan terlebih dahulu, baru kemudian mengumpulkan uang dari masyarakat di provinsi-provinsi taklukan.
▪ Cara-cara yang mereka lakukan relatif bebas, yang penting uang pajak yang dibayarkan ke pemerintah dapat tertutup dan juga ditambah dengan keuntungan untuk mereka sendiri.
▪ Di setiap kota dan desa, pengumpulan pajak dilakukan oleh agen-agen para pengusaha besar, yakni para pemungut cukai.
▪ Pada masa kemudian, sistem tersebut diubah sehingga bukan pengusaha Romawi yang menarik pajak melainkan masing-masing provinsi atau kota yang mengambil alih tugas mengumpulkan pajak.
▪ Dalam hal ini, pemerintah kota tetap menggunakan agen-agen yang sama yakni para pemungut cukai.


Jenis-Jenis Pajak

● Ada dua jenis pajak yang harus dibayarkan oleh penduduk taklukan Romawi, yakni pajak kepala (tributum capitis) dan pajak tanah (tributum soli).

▪ Pajak kepala adalah pajak tahunan yang dikenakan kepada setiap laki-laki dan perempuan yang berusia di atas 12 tahun dan di bawah 65 tahun.
▪ Kemudian, pajak tanah adalah pajak yang ditarik berdasarkan kualitas lahan dengan sistem prosentase, misalnya satu per sepuluh atau satu per dua belas dari keseluruhan hasil panen.

▪ Selain dua pajak utama tersebut, masih ada bea terhadap barang-barang tertentu yang memakai transportasi laut dan darat, seperti pakaian, makanan, barang kerajinan, dan budak.
▪ Selain jenis-jenis pajak yang dibayarkan kepada pemerintah Romawi, masih ada satu jenis pajak yang dibayarkan orang-orang Yahudi ke Yerusalem setiap tahunnya untuk pemeliharaan Bait Suci.
▪ Setelah kehancuran Bait Suci tahun 70 M, semua orang Yahudi diwajibkan membayar pajak khusus kepada pemerintah Romawi sebagai ganti pembayaran pajak ke Yerusalem.


Usaha Zakheus melihat Yesus (ayat 3-4)

▪ Dengan statusnya yang sudah dijelaskan dalam ayat 2, kini Zakheus memiliki keinginan untuk melihat Yesus. 
▪ Motif Zakheus memang tidak dijelaskan dalam perikop ini mengapa ia ingin melihat orang apakah Yesus, tetapi di ayat 3 menggambarkan suatu sosok yang rindu untuk bertemu dengan Yesus apalagi dengan pandangan umum terhadapnya. 
▪ Zakheus penasaran dengan sikap Yesus apakah sama atau berbeda dengan pandangan semua orang yang telah diterimanya. 
▪ Walaupun Zakheus belum mengenal Tuhan Yesus, namun dia berusaha untuk melihat Tuhan Yesus.
▪ Keinginannya untuk melihat Yesus muncul mungkin kerena sebelumnya Zakheus pernah mendengar berita-berita yang menghebohkan tentang Tuhan Yesus, sehingga muncul rasa penasaran untuk melihat seperti apa Yesus itu.
▪ Hal ini juga dapat disebabkan oleh figur Yesus yang saat itu menarik dan terkenal, sehingga jelas bahwa banyak orang sangat ingin bertemu atau melihat Yesus bukan hanya Zakheus saja. 
▪ Di tengah keinginannya yang begitu kuat, ada suatu penghalang yang membuat ia tidak dapat melihat Yesus yaitu mengenai postur tubuhnya yang kecil/pendek dengan banyaknya orang.
▪ Dengan penghalang tersebut, reaksi Zakheus sangat mengagumkan. 
Ia tidak putus asa, ia tidak menyerah ataupun meredamkan keinginannya untuk melihat Yesus namun ia melakukan suatu usaha yaitu dengan berlari mendahului orang banyak.
▪ Bagi Zakheus, ini bukan sesuatu yang mudah karena dengan postur tubuh yang tersebut demikian, untuk berlari dan mendahului orang banyak membutuhkan suatu tekad dan dorongan yang kuat juga dengan cukup tenaga. 
▪ Walaupun demikian, ia menetapkan hatinya untuk siap di rendahkan dan diejek.
Suatu hal yang unik terjadi ketika Zakheus menemukan jalan keluar yaitu dengan menemukan pohon Ara yang ia jadikan sarana untuk melihat Yesus. 
▪ Zakheus menemukan cara yaitu dengan memanjat pohon tersebut, karena saat itu posisi Yesus akan melewati pohon tersebut, dan tindakan Zakheus untuk melihat Yesus dengan cara yang unik ini memperlihatkan perjuangannya yang dapat dikatakan gigih dan ia juga melupakan status sosialnya sebagai Kepala Pemungut Cukai.
▪ Frasa berjalan terus melintasi Yerikho menggambarkan bahwa Yesus tidak bermaksud untuk tinggal di Yerikho dan Dia hanya melewati Kota tersebut.


Inisiatif Yesus (ayat 5)

▪ Yesus membuat suatu hal yang mengejutkan, Ia melihat ke atas dan memanggil Zakheus dengan namanya. 
▪ Teks ini tidak memberi tahu bagaimana Yesus mengetahui nama Zakheus sehingga ada beberapa kemungkinan, bisa jadi Yesus mengetahui nama Zakheus secara supranatural (seperti pada Yohanes 1:47-48) atau mendengar orang-orang yang memanggil Zakheus atau mungkin juga Lewi atau Matius yang saat itu telah menjadi murid Yesus yang juga merupakan mantan Pemungut Cukai yang memberitahu Yesus, atau bisa juga Yesus bertanya kepada orang-orang siapa nama Zakheus,
▪ Ungkapan Yesus : Aku “harus” menumpang di rumahmu, ini merupakan sebuah ungkapan yang memberi pesan yang kuat.
▪ Tekanan ini menunjukkan suatu pengdeklarasian bahwa Yesus memiliki maksud dan tujuan mendesak yang tersirat, pasti dilaksanakan dan bukan hanya sekedar keinginan belaka. 
▪ Sikap Yesus ini membuat terkejut orang-orang yang ada pada saat itu, mereka semua seakan-akan heran dan menjadi hal yang aneh karena Yesus melakukan hal tersebut.
▪ Jadi dalam ayat 5 ini Lukas menonjolkan beberapa tindakan yang kontras/berbeda untuk menunjukan bahwa perjumpaan Tuhan Yesus dan Zakheus sesungguhnya merupakan inisiatif dan kasih Tuhan Yesus kepada Zakheus, bukan sebaliknya.

● Adapun kontras yang dimaksud adalah:
* Bukan Zakheus yang memanggil Tuhan Yesus, tetapi Tuham Yesus yang memanggil nama Zakheus.
* Bukan Zakheus yang mengundang Tuhan Yesus, tetapi Tuhan Yesus yang berinisiatif dengan penuh hasrat untuk menumpang di rumah Zakheus


Respon Zakheus: Menerima Yesus (ayat 6)

▪ Respon Zakheus dalam ayat 6 ini menunjukkan antusias, kegirangannya dan penuh sukacitanya atas pernyataan Yesus, ketika Yesus berkata bahwa Ia akan singgah di rumahnya pada hari itu, dan ketika ia menemukan seorang Sahabat baru yang mengagumkan, sehingga dengan segera Zakheus mengambil sebuah keputusan.
▪ Keputusan Zakheus ini bukanlah penolakan namun menerima perintah Yesus dengan sukacita. 
Respon Zakheus tidak secara eksplisit mencerminkan iman tetapi tindakan itu cukup jelas dimana Yesus menaggapinya secara dalam.
▪ Tindakan tersebut menyiratkan harapan dan iman Zakheus kepada sesuatu yang lebih dari sekedar ‘menumpang di rumahnya’ tetapi menunjukkan akan ada kepastian sesuatu yang berharga yang akan diterimanya. 


Respon orang banyak (ay. 7).

▪ Pada ayat-ayat sebelumnya, belum diceritakan bahwa Yesus telah masuk rumah Zakheus, namun dari pernyataan “Ia menumpang di rumah orang berdosa”, dapat ditafsirkan bahwa gerutu semua orang, menunjukkan bahwa saat itu terjadi saat Yesus telah sampai di rumah Zakheus. 
▪ Dengan demikian, terdapat pemindahan lokasi yang tadinya berada di luar (di jalan), sekarang telah berada di dalam rumah zakheus. 
▪ Hal ini didukung dengan ayat 8 yang langsung menjelaskan baha Zakheus berdiri dan melakukan suatu tindakan yang berada didalam rumah, sehingga dapat disimpulkan dari pemindahan tempat ini, penulis Lukas memadatkan narasinya karena cerita ini tidak menjelaskan proses perjalanan Yesus dan Zakheus ke rumah Zakheus.

▪ Ketika orang banyak mendengar pernyataan Yesus kepada Zakeus (ayat 5), bahwa Yesus hendak menumpang di rumah Zakheus, mereka "semua" bersungut-sungut.
Dalam bentuk kata kerja Yunani, orang-orang ini bukan saja bersungut-sungut, tetapi "terus bersungut-sungut."
▪ Bersungut-sungut sama dengan kata “menggerutu”, “mengecam” atau “mengucapkan kata-kata celaan”, ini merupakan ungkapan sinis dan tidak senang.
▪ Alasan orang banyak terus-menerus bersungut-sungut adalah karena Zakheus adalah orang berdosa.
▪ Pemimpin-pemimpin Farisi mengajarkan bahwa orang yang berdosa tidak layak untuk bersekutu dengan orang benar, sehingga orang banyak pada saat itu menilai bahwa tindakan dan keputusan Yesus merupakan hal yang memalukan, karena Yesus berkata akan menumpang di rumah Zakheus.

▪ Bagian ini setidaknya menunjukan bahwa sekalipun orang banyak tersebut berada di dekat Tuhan Yesus, namun sesungguhnya mereka tidak mengenal pribadi Yesus dan tujuan Yesus datang ke dalam dunia.
▪ Kehadiran Kristus di antara manusia berdosa bertujuan untuk menyelamatkan manusia berdosa. Itulah sebabnya Yesus "harus" menumpang di rumah Zakheus.
▪ Jadi pada waktu ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi melihat, bahwa Ia makan dengan pemungut cukai dan orang berdosa, berkatalah mereka kepada murid-murid-Nya:
"Mengapa Ia makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" (Markus 2:16)
▪ Ada sebuah jawaban yang menyejukkan dari Yesus mengapa ia mau makan dengan seorang berdosa petugas pajak, di ayat selanjutnya tertulis :
Yesus mendengarnya dan berkata kepada mereka:
"Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Markus 2:17)


Pertobatan Zakheus (ayat 8)

▪ Pada ayat 8, di katakan Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan. 
Tidak disebutkan kapan ia mengucapkan kata-kata itu, namun sangat mungkin ia mengatakannya sesudah makan, yaitu sesudah dia mengamati sikap Tuhan dan mendengar kata-kata-Nya.
▪ Zakheus melihat Yesus membawanya kepada suatu tindakan yang menunjukkan kepada perubahan yang mengejutkan dan memberi respon bahwa "ia akan memberi setengah dari hartanya kepada orang miskin dan mengembalikan apa yang sekiranya telah ia peras dengan empat kali lipat". 
▪ Hal ini menunjukkan pertobatan Zakheus yang sungguh-sungguh. 
▪ Memberi adalah pengalaman yang baru untuk Zakheus karena sebelumnya ia hanya tertarik untuk mengambil, di ayat 8 ia mengatakan bahwa sekiranya ”ada sesuatu yang kuperas” menunjuk pada jenis kalimat bersyarat yang dipakai, dalam teks Yunani mempunya makna "memperlihatkan bahwa ia sadar betul telah memeras uang dari orang lain".
▪ Zakheus melakukan tindakan yang sangat radikal, karena restitusi yang normal dalam PL untuk menebus kecurangan atau kejahatannya tersebut, ia harus mengganti 20% dari nilai yang hilang, tetapi tindakan yang ia lakukan melebihi ketetapan yang seharusnya, ia menanggung selayaknya sebagai pencuri binatang (Kel. 22:1).
▪ Inisiatif untuk memberi kepada orang miskin juga datang dari hati Zakheus sendiri, bukan karena ditantang oleh Tuhan Yesus (bdk. orang muda yang kaya di 18:18-27).
▪ Ia memberikan 50% dari seluruh kekayaannya, padahal dalam tradisi kerabian Yahudi memberikan 20% sudah dianggap sangat murah hati.
▪ Dalam peraturan restitusi di PL, apabila seseorang mengambil milik orang lain, Hukum Taurat menuntut untuk mengembalikannya sejumlah yang di ambil + 1/5 dari nilai yang hilang (Im 5:16; Im 6:5; Bil 5:7) atau 4-5 kali lipat (Kel. 22:1)
Artinya wajib mengembalikan 120 %, namun Zakheus mengembalikan bukan 120% tetapi 400%, di tambah 1/2 dari hartanya akan di berikan kepada orang miskin (hal yang sangat mulia)
▪ Jadi Zakheus membayar kerugian lebih dari yang seharusnya, ia mengganti dengan nilai yang tertinggi.
▪ Perubahan radikal yang terjadi pada diri Zakheus, setidaknya menunjukan sebuah kebenaran bahwa keselamatan kekal yang diterima melalui iman kepada Tuhan Yesus ditandai dengan suatu pertobatan, dan pertobatan itu harus dibuktikan dengan suatu perubahan yang radikal dalam cara dan perbuatan hidup.
Jadi Pertobatan bukanlah hanya sebuah penyesalan dosa, melainkan suatu perubahan pola pikir dan pola hidup seseorang, inilah iman dan pertobatan yang sejati.

Penjelasan dan Pernyataan Tuhan Yesus (ay. 9-10)

▪ Pernyataan Tuhan Yesus yang berkata : "Hari ini keselamatan telah terjadi kepada rumah Zakheus" (ayat 9), mempunyai makna bahwa Tuhan Yesus hendak menekankan sebuah kepastian bahwa Zakheus sungguh-sungguh telah mengalami pertobatan yang sejati.
▪ Keselamatan kepada rumah ini, berarti bahwa keselamatan tersebut juga untuk setiap orang yang bertemu, yang datang dan yang menerima untuk diselamatkan.
▪ Dilanjutkan dengan pernyataan bahwa Zakheus adalah keturunan Abraham (ayat 10).
Harus dipahami bahwa kategori sebagai keturunan Abraham sesungguhnya ditentukan oleh respon terhadap panggilan atau keselamatan dari Tuhan Yesus (sesuai dengan janji berkat keselamatan yang Tuhan janjikan melalui Abraham), dan bukan karena bawaan etnis/biologis yang bertentangan dengan cara berpikir orang banyak pada saat itu dan orang-orang Farisi.
Galatia 3:16 :
Adapun kepada Abraham diucapkan segala janji itu dan kepada keturunannya. Tidak dikatakan "kepada keturunan-keturunannya" seolah-olah dimaksud banyak orang, tetapi hanya satu orang: "dan kepada keturunanmu", yaitu Kristus.
▪ Jadi Keselamatan Zakheus menjadi penggenapan dari misi Kristus datang ke dunia (ay. 10).


Kesimpulan :
Selagi masih ada kesempatan, mari kita berusaha sungguh-sungguh menghasilkan buah kehidupan yang sesuai dengan pertobatan, dengan cara menghargai dan meresponi Kasih KaruniaNya seperti yang di lakukan oleh Zakheus, karena Pertobatan bukanlah hanya sebuah penyesalan dosa, melainkan suatu perubahan pola pikir dan pola hidup.

Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan. (Matius 3:8)

Selasa, 25 Februari 2020

PENGAMPUNAN YANG DIBATALKAN


PENGAMPUNAN YANG DIBATALKAN

Oleh : Pdt. Erwan Musa


Pengampunan dosa adalah misi utama Tuhan Yesus datang ke dunia, dan Ia pun mengajar kepada murid-muridNya untuk mengampuni seperti yang Ia lakukan.
Mengampuni merupakan salah satu ajaran Kristiani yang terkenal.
Ajaran Yesus tentang mengampuni inipun diabadikan dan ditulis dalam salah satu injil dalam Alkitab oleh Matius.
Kita dapat membaca ajaran Yesus tentang mengampuni di dalam Matius 18:21-35.

Perumpamaan tentang pengampunan 


18:21 Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?"
18:22 Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.
18:23 Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya.
18:24 Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta.
18:25 Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya.
18:26 Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan.
18:27 Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.
18:28 Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu!
18:29 Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan.
18:30 Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya.
18:31 Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka.
18:32 Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku.
18:33 Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?
18:34 Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.
18:35 Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."  (Matius 18:21-35)


■  Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari pembacaan kita tersebut diatas :

Pertama, pengampunan ilahi adalah anugerah Tuhan yang besar.
Bagaimana mungkin hal tersebut bukan anugerah yang besar ?
Kita bisa membayangkan bagaimana seorang Raja yang merupakan gambaran Allah melakukan perhitungan utang piutang dengan bijaksana, penuh belas kasihan dan murah hati.

▪ Dikatakan bahwa di dapati seorang hamba berhutang 10.000 Talenta.
▪ Talenta adalah ‘mata uang’ tertinggi pada waktu itu.
▪ Pada umumnya Satu Talenta = 34 Kg atau 6.000 Dinar dan 10.000 Talenta sama dengan 60 Juta Dinar.
▪ Jika upah satu hari kerja seorang hamba adalah 1 dinar, maka hamba itu harus melunasi hutang selama 60 Juta hari kerja, dengan kata lain hutang yang tak dapat dilunasi.

1 Dinar adalah upah pekerja 1 hari (Matius 20:2,13).
Katakanlah upah kerja minimum sekarang ± Rp. 100,000.-- per hari.

Dengan demikian, hutang yang dimaksud dalam Matius 18:24 di atas menurut pengandaian adalah sebesar Rp.100.000 X 60.000.000 hari kerja = 6 Trilyun, sebuah jumlah yang sangat besar, dan bagaimana mungkin utang sebesar ini dapat dilunasi ?
Walaupun seluruh harta bersama dengan seluruh keluarga dijual pun belum bisa menutup hutangnya.
Hamba ini mendapat mengampunan hutang dari Raja kira-kira sebesar nilai tersebut diatas.

Sang Raja mengetahui bahwa hamba tersebut tidak mampu melunasi hutangnya (Mat 18:25), dan ia tergerak oleh belas kasihan sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya" (Mat 18:27).

Jadi bukan mengurangi, bukan menghapus sebagian, bukan membebankan masa kerja seumur hidup kepada hamba tersebut karena hutangnya, tetapi Raja itu menghapuskan sama sekali !
Tidak tersisa satu sen pun !
Hutang yang akan membebani keluarganya turun temurun pun sekarang hilang total karena telah di bebaskan.
Pengampunan tersebut adalah gambaran anugerah yang sangat besar.
Hal tersebut bisa terjadi karena hati Sang Raja yang tergerak oleh belas kasihan, yaitu kasih yang mendalam yang mampu merasakan penderitaan hambanya yang dijerat hutang dan tidak dapat melunasi.

Namun, dilain pihak hamba yang telah diampuni hutangnya itu gagal memahami teladan dari Raja yang telah mengampuninya.
Hamba tersebut tidak mengenal belas kasihan, ia menuntut pelunasan hutang dari sesamanya yang berhutang kepadanya hanya sebesar 100 Dinar (kira-kira Rp.10,000,000.--), jumlah yang sangat kecil jika dibandingkan dengan 10,000 Talenta (Rp. 6 Trilyun).

Karena sikap yang tidak berbelas kasihan oleh hamba ini mengubah belas kasihan (pengampunan) Raja atas dirinya.
Raja itupun menghukum dia dan memaksa dia berada di dalam hukuman sampai hutangnya lunas.


Kedua, anugerah pengampunan merupakan dasar kita mengampuni orang yang bersalah kepada kita.
Petrus bertanya kepada Yesus, katanya: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali ?" (Mat 18:21).
Lalu Yesus menjawab: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali" (Mat 18:22).

Petrus bertanya, sampai sejauh mana pengampunan itu harus diberikan apabila seorang itu melakukan kesalahan yang terus menerus?
Petrus menganggap dirinya telah menjalankan tradisi Yahudi, dengan bertanya kepada Yesus : Sampai tujuh kali kah ... ?

Di dalam tradisi Yahudi, pengampunan harus diberikan hingga 7 kali sebelum seseorang berhak kehabisan kesabaran dan tidak lagi memberikan pengampunannya.
Dalam Taurat juga ditetapkan peraturan pembalasan yang setimpal (lihat, Keluaran 21:24 dan Matius 5:38 ).
Sangkanya, pengampunan sebanyak 7 kali sudahlah hebat dan cukup.

Angka 7 adalah angka favorit dalam Alkitab :
▪ Dalam pemahaman orang Yahudi Melambangkan Perjanjian Kekudusan dan Pengudusan.
▪ Kandil (menorah/ kaki dian) memiliki "tujuh" lampu.
▪ Tindakan pendamaian dan pentahiran diselesaikan dengan "tujuh" kali percikan.
▪ Pengukuhan Sabat Yahudi termasuk Tahun Sabat, dan Tahun Yobel berdasarkan perhitungan angka "tujuh".
▪ Golongan Kristen Arab melakukan "Shalat sebanyak 7 kali," mengambil dari teladan dari Daud yang melakukan doa pujian 7 kali sehari.
* Mazmur 119:164
LAI TB, Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau, karena hukum-hukum-Mu yang adil.
KJV, Seven times a day do I praise thee because of thy righteous judgments ׃

Angka 7 adalah simbol umum untuk segala hubungan dengan Allah dan sangat familiar di kalangan Yahudi, angka 7 juga melambangkan perjanjian kekudusan dan pengudusan.
Dan Tuhan Yesus mengangkat permasalahan itu melampaui perhitungan praktis dengan mengatakan " tujuh puluh kali tujuh kali "
Tuhan Yesus mengoreksi apa yang yang dikatakan Petrus.
Pernyataan Tuhan Yesus tentang "tujuh puluh kali tujuh kali," sebaiknya tidak diartikan secara harfiah = 490 kali.

Angka 70 adalah hasil perkalian antara 7 (angka hubungan kudus) dikalikan 10 (angka sempurna absolut).

Angka "sepuluh" (Ibrani: עֶשֶׂר - 'ESER) merupakan angka sempurna yang absolut.
▪ Kemah suci terbuat dari "sepuluh" tenda dengan "sepuluh" firman Allah berada di Ruang Maha Kudus.

Maka Angka 70 tersebut dimaksudkan = Hubungan kudus yang sempurna.
Dan dalam pengajaran Tuhan Yesus, angka 70 itu masih dikalikan 7 lagi.
Untuk maksud tujuan hubungan dengan sesama memberikan pengampunan yang terus menerus sempurna atau dengan kata lain hal ini sama artinya dengan kita harus selalu mengampuni.

Mengapa kita harus selalu mengampuni orang yang bersalah kepada kita ?
Karena pengampunan merupakan natur dari Kerajaan Sorga.
Karena kita telah terlebih dahulu menerima anugerah pengampunan yang besar.
Kesalahan saudara kita relatif lebih kecil dibandingkan dengan hutang dosa kita kepada Allah.
Jadi jika Allah telah mengampuni kita, masakan kesalahan saudara kita yang hutangnya hanya sebesar 100 dinar (dapat dilunaskan dengan upah kerja selama 3,5 bulan saja) tidak kita ampuni?
Hal ini berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Musa: “mata ganti mata”.
Anugerah pengampunan ilahi adalah dasar untuk kita selalu mengampuni kesalahan saudara kita. 

Jadi maksud Tuhan Yesus pada frasa "tujuh puluh kali tujuh kali" itu adalah, bahwa murid-murid-Nya tidak mempunyai hak menentukan batas untuk mengampuni.
Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam doa yang diajarkan-Nya tentang pengampunan :
.... dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami (Matius 6:12).

Dengan kata lain, kesediaan Allah untuk mengampuni kita tergantung pada kesediaan kita mengampuni orang lain :
"Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15)


Ketiga, anugerah pengampunan ilahi bisa dibatalkan.
Hamba yang berhutang 10.000 Talenta dikatakan bahwa "ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya" (Mat 18:27).

Kata "membebaskan" adalah terjemahan kata kerja Yunani "ἀπέλυσεν" (apelusen) dan "menghapuskan" atau "mengampuni" adalah "ἀφῆκεν" (aphēken).
Kedua kata kerja ini dalam bentuk aorist tense, yang menyatakan peritiswa yang definitif telah terjadi.


Maksudnya ialah, Sang Raja benar-benar telah membebaskan sang hamba dari segala kewajibannya untuk melunasi hutangnya serta Sang Raja benar-benar telah mengampuni sang hamba yang tidak mampu melunasi hutangnya tersebut, sehingga terbebas dari konsekuensi dimana istri, anak dan segala miliknya yang akan di dijual.
Hamba itu tidak hanya "merasa" telah dibebaskan dari hutangnya dan "merasa" telah diampuni, tetapi benar-benar benar telah dibebaskan dan diampuni.

Tetapi oleh karena ulahnya sendiri yang tidak dapat mengampuni orang lain, mengubah keputusan Raja atas dirinya.
Matius mencatat: "Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunasi seluruh hutangnya" (Mat 18:32‭-‬34).

Dengan kata lain, Pengampunan yang telah diterimanya dibatalkan. 
Ayat 35, merupakan konsekwensi dan keadilan Tuhan :
"Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu" (Mat 18:35).

Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu. (Matius 6:14-15)


Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.  (Kolose 3:13)

■ KESIMPULAN :

Mari kita belajar melepaskan pengampunan yang sejati.
Hari ini kita pikirkan orang yang paling kita benci.
Orang yang paling mendatangkan kerugian di dalam hidup kita dan berusahalah memberikan pengampunan yang tulus dan sejati.


Dalam I Korintus 13 Paulus mengajar bahwa kita harus mendasari semua yang kita lakukan diatas dasar Kasih, jika tidak demikian maka segala sesuatu yang kita lakukan tidak ada gunanya, Paulus menyebutnya “BAGAIKAN GONG YANG BERKUMANDANG DAN CANANG YANG GEMERINCING”.