Sabtu, 15 Juli 2023

MENGASIHI TUHAN DAN MENGASIHI SESAMA MANUSIA -- Mat 22:34-40

 



MENGASIHI TUHAN DAN MENGASIHI SESAMA MANUSIA -- Mat 22:34-40

● Part 2 : Mengasihi Sesama (Mat.22:39-40) -- Lanjutan materi minggu lalu.
Disusun oleh : Erwan, S.Adm.,MA.(Can).


PEMBAHASAN DAN PEMAHAMAN
▪ Mat. 22:39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
▪ Mat. 22:40 Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri

~~> Teks ini merupakan usaha terakhir dari musuh-musuh Yesus untuk menjatuhkan Dia melalui jebakan theologis. Sesudah peristiwa ini justru Yesus yang menyerang mereka melalui pertanyaan yang sukar (22:41-46) dan kecaman yang tajam (23:13-39).
Bukan kebetulan jika pada usaha terakhir ini mereka mencoba memberikan upaya yang terbaik (22:34).
Mereka merasa perlu untuk mengumpulkan seluruh kekuatan guna memikirkan cara terbaik untuk menjatuhkan Yesus. Mereka juga mengutus seorang "ahli Taurat" (nomikos).

๐Ÿ“š Versi Kitab Injil Markus 12:31 :
“Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” 
Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari ke dua hukum ini.

๐Ÿ“š Kalimat : “Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. ….”

Atau dapat dimengerti : "Kasihilah sesama kita manusia seperti kita mengasihi diri kita sendiri."
~~> Secara tersirat, Tuhan Yesus memberi kita didikan dan ajaran yang sangat mendasar.
Bahwa sejatinya, setiap orang sangat mengasihi dirinya sendiri.
Secara empirik, sulit ditemukan seseorang yang membenci dirinya.
Kita tidak menemukan seseorang yang suka menyakiti atau menyiksa dirinya sendiri.
Semua orang umumnya sangat mengasihi dirinya.
Karenanya, didikan dan ajaran Tuhan Yesus mengenai hukum yang kedua, yaitu kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, sungguh sangat menyentuh hati setiap orang yang mendengarnya.

Ketika seorang ahli Taurat mencobai Tuhan Yesus dengan menanyakan hukum yang terpenting, dapat kita duga ia mengharapkan Yesus hanya akan menyebut satu hukum, yaitu mengasihi Tuhan.
Sebab, mereka dikenal suka menggunakan hal-hal rohani untuk mengabaikan tanggung jawab mereka kepada sesama (lihat pasal 23:4, 14, 16, 23).
Namun, jawaban Yesus mengejutkan.
Dia menandaskan bahwa mengasihi sesama bobotnya sama dengan mengasihi Tuhan (ayat 39). Yang Tuhan Yesus tekankan adalah “sesama manusia”, bukan sama ras, agama, atau kedudukan. Artinya, sepanjang seseorang adalah manusia, ia harus kita kasihi.
Bahkan ukuran yang dipakai adalah “seperti mengasihi diri sendiri”.
Ini ukuran yang sangat tajam karena tentunya hampir semua orang senantiasa mengusahakan hal-hal yang terbaik bagi dirinya.

Siapa yang tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang dilihatnya (1 Yohanes 4:20).

Catatan :
Dalam budaya Timur, terdapat kecenderungan untuk menghukum diri sendiri.
Misalnya saja ketika diri kita sendiri melakukan kesalahan, kita menghukum diri kita lebih berat daripada ketika orang lain melakukan kesalahan pada kita.
Hal ini membuktikan bahwa kita sering kali menganggap diri kita lebih rendah daripada orang lain.

▪ Mengasihi diri sendiri bukan berarti menjadi egois, melainkan mampu menerima kekurangan diri kita sebagaimana adanya.
▪ Mengasihi diri sendiri berarti berani menerima kekurangan kita dan berdamai atas kesalahan yang pernah kita lakukan.
▪ Karena di mata Tuhan, setiap manusia sama berharganya, tidak lebih, tidak kurang.

Jadi, mengasihi merupakan sebuah perintah.
Kata kerja "kasihilah" di ayat 37 dan 39 berbentuk kalimat imperatif (agapฤ“seis).
Ini berbicara tentang sebuah tindakan. Sesuatu yang aktif, bukan pasif.   

Poin yang sederhana ini perlu untuk digarisbawahi, karena budaya populer seringkali memandang kasih hanya sebatas perasaan.
Banyak orang terlalu menekankan aspek emosional belaka, sehingga mengabaikan keutuhan kasih.
Mengasihi melibatkan seluruh kehidupan kita: hati, jiwa, pikiran, dan kekuatan (ayat 37; Mrk. 12:30 "segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan").
Jika kasih memang bersifat utuh, sangat masuk akal apabila mengasihi berbentuk imperatif.
Kasih bukan tentang apa yang kita rasakan saja, tetapi apa yang kita pikirkan dan lakukan.

Bagian lain dari Alkitab mengajarkan kebenaran yang sama.
Ketaatan merupakan salah satu wujud kasih (Yoh. 14:15).
Sebaliknya, barangsiapa yang tidak menaati Allah berarti tidak mengasihi Dia (Yoh. 14:24).
1 Yohanes 2:5 berkata: "Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah".
Jadi, antusiasme belaka tidaklah cukup.
Perasaan yang berkobar-kobar pun tidak akan berguna apabila tidak disertai dengan tindakan nyata (1 Kor.13:1-13)

Mengasihi merupakan dasar dari semua perintah.
Semua perintah dalam kitab suci bergantung pada perintah untuk mengasihi (ayat 40). Jadi, mengasihi bukan sekadar sebuah perintah. Bukan pula sebatas perintah yang terbesar. Ini adalah pondasi dari segala perintah.

๐Ÿ“š “… Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini”
Melalui ayat ini, Tuhan Yesus menegaskan kepada ahli Taurat, mereka dan kepada para murid-Nya pada zaman itu, dan kepada kita pada zaman sekarang bahwa “Tidak ada hukum yang lebih utama daripada kedua hukum ini”.

Hal demikian dinyatakan oleh-Nya, karena di dalam dua hukum tersebut sudah terkandung penggenapan semua hukum yang lain.
Di dalam dua hukum itu sudah mengandung seluruh hukum Taurat dan Kitab-kitab para nabi.

Dengan demikian, apabila seseorang mengasihi Tuhan Allahnya dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa, serta dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatannya, serta mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri, maka ia sudah melakukan semua hukum yang terkandung dalam Kitab-kita para nabi.
Karena tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.

PENUTUP
Pertanyaan yg harus kita jawab dan pahami ialah, "Bagaimana kita dapat mengasihi Allah dan orang lain/sesama?"
Jawabannya adalah, semua dimulai dari pengalaman kita dengan kasih Allah.
Sebelum Dasa Titah diberikan, TUHAN Allah terlebih dahulu mengingatkan bangsa Israel tentang kebaikan-Nya, yaitu melepaskan mereka dari perbudakan di Mesir (Kel. 20:1-2).
Pendahuluan seperti ini dimaksudkan untuk mengajarkan bahwa ketaatan mereka seharusnya merupakan respons terhadap kasih Allah dan wujud kasih mereka kepada-Nya.
Tanpa Allah terlebih dahulu mengambil insiatif untuk mengasihi kita, tidak mungkin kita mampu mengasihi Dia.

Ajaran yang sama muncul di Perjanjian Baru.
Kasih Allah yang sedemikian besar kepada kita merupakan dorongan terbesar dan satu-satunya untuk mengasihi Dia dan orang lain/sesama.
1 Yohanes 4:10-11 berkata: "Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. 
Jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi".
Tuhan Yesus juga memberikan sebuah perintah baru yang sangat indah dan bersumber dari pengalaman kita terhadap kasih-Nya:
"Sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi" (Yoh. 13:34).

Noted :
# Jika ada pertanyaan hub. WA : 082157116469
# Mentor Pertumbuhan Gereja
# Materi lainnya klik :
erwanmusa.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar