Minggu, 16 April 2023

KARAKTERISTIK SEORANG GEMBALA DALAM PERSPEKTIF 1 PETRUS 5:1-4

KARAKTERISTIK SEORANG GEMBALA DALAM PERSPEKTIF 1 PETRUS 5:1-4


Yesus memberikan teladan bagaimana menjadi seorang gembala yang baik dimana gembala yang baik adalah gembala yang merawat atau memelihara kawanan domba dengan sepenuh hati bahkan rela mengorbankan nyawanya demi domba-dombanya (Yohanes 10:11).
Tugas penggembalaan adalah tugas yang dipercayakan oleh Allah untuk dilaksanakan sesuai dengan petunjuk dan ketetapan dari Allah sendiri.
Dalam 1 Petrus 5:1-4, dijelaskan tentang ciri khas dari gembala sidang yang membedakannya dengan pemimpin pada umumnya.
Ciri khas tersebut harus menjiwai pelayanan seorang gembala sidang dalam melaksanakan tugas penggembalaan.
Seorang gembala sidang harus melayani dengan sukarela, pengabdian diri, rendah hati dan mampu menjadi teladan yang baik.


Pendahuluan

Dalam Injil Yohanes 21:15-17, Yesus mengulang sampai tiga kali perkataan, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
Penyataan tersebut ditujukan langsung kepada Petrus yang menurut pengakuannya bahwa ia mencintai Yesus lebih dari semuanya yang ada pada saat itu.
Kisah tersebut menunjukkan bahwa tugas gembala hanya bisa dilaksanakan oleh orang-orang yang betul-betul mengasihi Yesus.
Penggembalaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tugas-tugas dan pelayanan gereja. Penggembalaan memiliki kaitan atau hubungan untuk saling melengkapi dalam usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan gereja, sehingga dengan demikian gereja bisa mandiri dan menjadi gereja misioner.
Penggembalaan adalah suatu jawaban terhadap kebutuhan setiap orang akan kehangatan, perhatian penuh, dan dukungan.
Yesus memberikan teladan bagaimana menjadi seorang gembala yang baik di mana gembala yang baik adalah gembala yang merawat atau memelihara kawanan domba dengan sepenuh hati bahkan rela mengorbankan nyawanya demi domba-dombanya (Yohanes 10:11).

Tugas penggembalaan adalah tugas yang berat jika dilihat dari sisi kemanusiaan karena membutuhkan banyak pengorbanan dari gembala itu sendiri yaitu pengorbanan waktu, materi, pemikiran, dan perasaan.
Dengan keadaan seperti ini, maka dituntut keteguhan hatidan komitmen untuk menggembalakan jemaat seperti yang terdapat dalam 1 Petrus 5:2-3.
Surat Satu Petrus ditujukan kepada orang-orang yang mengalami penderitaan karena penganiayaan, tetapi justru mereka diminta untuk melayani dalam bentuk menggembalakan jemaat Allah.

Di sinilah integritas seorang gembala dinampakkan dalam hal kemampuannya untuk memperlihatkan karakteristik seperti yang dituliskan dalam 1Petrus 5:2-3 yang berbunyi, Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri.
Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu maumemerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.”

Ayat ini menjelaskan bahwa seorang pelayan atau gembala dalam jemaat harus melayani dengan ciri khas tersendiri yang membedakannya dengan pemimpin yang dikenal saat itu, di mana pemimpin pada saat itu memimpin dengan keangkuhan, penindasan, memerintah dan hal-hal lain yang bertentangan dengan kepemimpinan dalam jemaat atau kepemimpinan gembala sidang. Karakteristik atau ciri khas ini harus dimiliki oleh gembala sidang yang menunjukkan bahwa gembala tersebut memiliki integritas dalam kehidupan dan pelayanannya.

Dalam tulisan 1 Petrus 5:1-4 Petrus menyebut dirinya sebagai penatua dan gembala jemaat dan faktanya bahwa Yesus Kristus adalah Kepala Gembala.
Bila Yesus adalah Kepala Gembala maka mereka adalah gembala-gembala.
Oleh karena itu, Yesus mengatakan kepada Petrus “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
Domba-domba adalah milik Yesus yang harus digembalakan oleh gembala-gembala. 

Jemaat pada masa Perjanjian Baru dipimpin oleh Penatua dan Penilik Jemaat (1 Timotius 3:1-7).
Kata “Penatua” dan “Penilik” adalah jabatan yang sama (Kisah Para Rasul 20:17, 28).
Kata “Penilik Jemaat”sering diartikan sebagai “Pengawas”

“Penatua Jemaat” menunjuk kepada kematangan pejabat itu, sedangkan “Penilik Jemaat” menunjuk kepada tanggung jawab jabatan.
Kata “gembala” adalah nama lain untuk jabatan yang sama (Efesus 4:11).
Para penatua ditetapkan bagi jemaat (Kisah Para Rasul 14:23).

Petrus menyadari bahwa kepemimpinan di dalam jemaat-jemaat setempat harus sebaik mungkin. Apabila api siksaan itu datang, orang-orang percaya dalam perkumpulan jemaat itu akan melihat kepada para penatua untuk memperoleh dorongan dan pengarahan.
Tugas penatua tidaklah sama dengan kepemimpinan sekuler yang menawarkan kepemimpinan yang sangat mudah dilakukan sementara Petrus mengeaskan kembali perbedaan kepemimpinan Yesus dengan kepemimpinan sekuler.
Justru Petrus menunjukkan bahwa menjadi gembala tidak sama dengan pemimpin sekuler yang bertentangan dengan maksud Allah.
Pemimpin gereja adalah hamba, bukan bos, pelayan dan tidak eksklusif.

Dalam 1 Petrus 5:1, Petrus memperkenalkan dirinya bukan sebagai seorang rasul atau seorang pemimpin rohani yang terkemuka, melainkan ia hanyalah sebagai penatua jemaat.
Walaupun ia hanya sebagai penatua jemaat, tetapi ia menyebutkan bahwa telah menyaksikan penderitaan Kristus.
Kata Yunani yang diterjemahkan menjadi “saksi”, dalam bahasa Inggris melahirkan kata lain, yaitu martyr (syahid).
Pendapat umum bahwa seorang martir hanya berarti orang yang mengorbankan hidupnya kepada Yesus, dan Petrus melakukan hal itu, tetapi pada dasarnya seorang “martir” adalah seorang saksi yang mengatakan apa yang telah dilihatnya dan telah didengarnya.

Dalam 1 Petrus 5:1, juga berhubungan dengan pengalaman pribadi Petrus bersama dengan Tuhan Yesus.
“Kemuliaan yang akan dinyatakan kelak” memberikan petunjuk akan pengalaman Petrus dengan Yesus Kristus di atas gunung tempat Ia dipermuliakan (2 Petrus 1:15-18; Matius 17:1-5)

Dalam 1 Petrus 5:2-3, “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri.
Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklahkamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.”

Gambaran mengenai kawanan domba sering dipakai di dalam Alkitab, dan ini mengandung pengajaran yang baik (1 Petrus 2:25).
Sebelum Yesus datang sebagai Juruselamat, umat manusia diumpamakan sebagai domba-domba yang tersesat, yang akan menuju kebinasaan, tetapi Gembala yang Baik yaitu Yesus Kristus telah menemukan domba yang tersesat itu dan membawanya kembali ke dalam kandang yaitu hidup yang kekal.

Kata “gembalakanlah” adalah perintah untuk melayani.
Petrus menulis surat ini kepada orang-orang Kristen yang sedang menderita/dianiaya, tetapi mereka diminta melayani.
Terjemahan dari English Revised Version (1885), lebih tepat, yaitu "peliharalah‟, karena kata kerjanya menunjuk pada semua yang tercakup dalam kewajiban dari seorang gembala-membimbing, menjaga, memasukkan kandang, dan juga memberi makan.

Tentang kalimat “memberi makan domba-Ku,” dalam Yohanes 21:15-17 kepada Petrus yang kemudian Petrus menegaskan kembali dalam suratnya yaitu:
Yesus pertama-tama mengatakan "memberi makan domba-domba-Nya‟.
Kepemimpinan dibebankan untuk memberi makan domba-domba.
Mereka membutuhkan susu.
Mereka membutuhkan dasar-dasar Injil dan dasar Alkitab sederhana untuk bertumbuh.
Pemimpin-Gembala yang kemudian untuk "mengurus domba-domba-Ku‟.
Kepemimpinan Gembala adalah pemimpin yang memberi pertumbuhan rohani kepada Sang Pemilik domba yaitu Kepala Gembala.
Ada beberapa hal yang harus dijauhi oleh seorang gembala yaitu: kemalasan.
“Jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela.”
Penggembalaan hendaknya dianggap sebagai suatu pekerjaan yang sudah semestinya dilakukan. Gembala hendaknya melakukan kehendak Allah dengan segenap hati.

 Gembala juga harus menjauhi ketamakan.
“Jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri.”
Tujuan utama penggembalaan bukanlah untuk mencari keuntungan atau uang.
Paulus juga menekankan tentang hal ini dalam persyaratan bagi seorang penatua: “bukan hamba uang” (1 Timotius 3:3); “tidak serakah” (Titus1:7).

Ungkapan “pengabdian diri” dalam ayat 2 ini, berarti “ingin sekali.”
Kata yang sama dipakai oleh Paulus dalam Roma 1:15, “Aku ingin untuk memberitakan Injil.”
Ini berarti bersedia untuk melayani sebab adanya kesiapan dan keinginan di dalam hati.
Inilah yang membedakan antara gembala yang benar dengan gembala upahan.
Gembala upahan melaksanakan tugas penggembalaan karena ia digaji, tetapi gembala yang benar melaksanakan tugas penggembalaan karena ia mengasihi domba-domba dan karena ia mempunyai hati yang diabdikan sepenunhya kepada mereka.

Dalam 1 Petrus 5:3 “Hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.”
Ada perbedaan antara kediktatoran dan kepemimpinan.
Seorang gembala tidak dapat mengemudikan domba-domba, melainkan harus berjalan di depan mereka dan memimpin mereka.
Jemaat memerlukan pemimpin yang melayani dan para pelayan yang memimpin.

Ungkapan “mereka yang dipercayakan kepadamu” menunjukkan bahwa para gembala hanyalah alat di tangan Tuhan sehingga gembala sidang bukanlah pemilik jemaat yang ia gembalakan karena yang empunya jemaat itu adalah Sang Gembala Agung.
Umat Allah tentu adalah milik-Nya yang tak ternilai.
Setiap penatua jemaat mempunyai kawanan dombanya sendiri untuk digembalakan, tetapi semua domba itu termasuk dalam kawanan domba yang digembalakan oleh Yesus Kristus.
Tuhan menetapkan pekerja-pekerja-Nya di tempat-tempat yang dipilihnya dan tidak akan ada persaingan di dalam pekerjaan Allah jika dilaksanakan berdasarkan kehendak-Nya

Dalam 1 Petrus 5:4, “Maka kamu, apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu.”
Surat Petrus adalah surat pengharapan di mana dalam ayat 4 ini, Petrus mengemukakan janji mengenai kedatangan Tuhan yang kedua kali.
KedatanganNya merupakan pengharapan dalam penderitaan (1:7-8) dan suatu dorongan agar melayani dengan setia dan penuh tanggung jawab.
Yesus menyebut diri-Nya sebagai gembala yang baik di mana Ia rela mati bagi domba-domba-Nya, dan yang akan datang bagi domba-domba-Nya.
Sebagai gembala yang Agung, hanya Ia yang dapat menilai pelayanan seseorang dan memberikan pahala kepada setiap orang yang melaksanakan tugas pelayanan dengan baik.

Petrus menyebut “mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu” karena ia bandingkan dengan mahkota para atlit yang biasanya berupa karangan bunga atau daun-daunan yang cepat layu. Petrus memberikan sebuah dorongan dan sekaligus sebagai harapan bagi seorang gembala yang memenuhi persyaratan yang telah disebutkan sebelumnya.
Gembala yang benar akan mendapat mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu.

Karakteristik Gembala Sidang Berdasarkan 1 Petrus 5:1-4

Sukarela

Dalam 1 Petrus 5:2 bagian awal kalimat menyatakan, “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah.”

Ayat ini menjelaskan bahwa gembala sidang harus melayani secara sukarela danbukan karena paksaan.Yesus melarang murid-Nya untuk melaksanakan tugas pelayanan seperti yang dilaksanakan oleh para pemimpin yang ada pada saat itu.
Yesus memberikan suatu perbandingan yang kontras kepada murid-murid-Nya untuk menolong mereka mengerti sikap yang tak boleh dan yang harus mereka miliki.
Dia mengatakan, “Pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dengan kekerasan mereka.
Tidaklah demikian di antara kamu.
Barangsiapa ingin menjadi yang terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (1 Petrus 5:1-3).

Tugas penggembalaan adalah tugas yang berat jika tidak dilaksanakan secara sukarela sehingga jika seorang gembala melayani tidak dengan sukarela, maka mereka tidak akan bertahan menunaikan tugas yang berat itu.

“Sejak Kristus naik ke Surga, Kristus yang menjadi Kepala jemaat itu, memajukan pekerjaan-Nya di dunia ini melalui utusan yang telah dipilih-Nya, melalui merekainilah Ia berbicara kepada anak-anak manusia serta melayani keperluanmereka. Tanggung jawab orang yang dipanggil untuk melakukanpemberitaan dan pengajaran doktrin untuk memajukan jemaat-Nyamerupakan suatu tanggung jawab yang sangat berat.”

Beratnya pelayanan penggembalaan menjadi penyebab seseorang tidak ingin menjadi gembala jemaat sehingga hanya orang yang merasakan panggilanpelayanannya yang rela melakukan tugas yang berat tersebut.
Sukarela bukan karena keinginan sendiri tetapi harus didasarkan pada kehendak Allah.
Dalam ayat tersebut dituliskan, “... tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah.”

Seoranggembala mampu melaksanakan pelayanan secara sukarela karena ada kesadaran bahwa Allah yang empunya pelayanan itu akan memberikan kemampuan dalam setiap situasi dan kondisi yang diperhadapkan dalam pelayanan penggembalaannya.

Pengabdian Diri

Dalam 1 Petrus 5:2-3 dijelaskan bahwa salah satu ciri gembala yang baik adalah menggembalakan kawanan domba Allah atau jemaat bukankarena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Bekerjatanpa imbalan atau dengan kata lain bekerja karena pengabdian dirisepenuhnya adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan, apalagidengan keadaan sekarang di mana setiap orang diperhadapkan denganbermacam-macam kebutuhan hidup tetapi Rasul Petrus menekankanagar tugas penggembalaan dilakukan bukan karena mau mencarikeuntungan, tetapi karena pengabdian diri.

Seorang gembala sidang tidak selalu nyaman dan menyenangkan dalam melaksanakan tugas pelayan.
Status sebagai seorang pelayan tidaklah menyenangkan karena senantiasa tertuju kepada kepentingan orang lain yang perlu dilayani, yaitu tuannya.
Manusia pada dasarnya menginginkan untuk dilayani dan bukan melayani.
Pelayanan seorang gembala sidang mengajak melakukan hal yang sebaliknya.
Belajar tertuju kepada kepentingan Tuhan dan juga orang lain, mencari dan melakukanhal-hal yang dianggap berfaedah bagi orang lain dan bukan semata bagidiri sendiri.
Gereja Kristen Perjanjian Baru lahir dari semangat dan filosofipengabdian ini.
Setiap anggota jemaat didorong untuk hidup melayanisesama, sebab diri sendiri ini sudah dimiliki oleh Allah dan dituntutuntuk mengabdi kepada Allah.
Filosofi pengabdian ini menuntut:Pertama, meyakini bahwa orang percaya adalah milik Allah melaluipenebusan.
Konsekuensinya dituntut melayani dan mengabdi kepadaAllah melalui hidupnya.
Dalam 1 Korintus 6:19-20 mengungkapkannya demikian, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri.
Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!”
Pengabdian identik dengan tanggung jawab dan kesetiaan.
Seorang gembala tidak boleh menggunakan jemaat atau oranglain untuk mendapatkan keuntungan, tetapi gembala harus melayani dengan membersihkan mereka melalui firman Allah dan Roh Allah agar mereka melakukan apa yang Dia kehendaki dan inilah yang dimaksud dengan kepemimpinan hamba.
Yesus mengatakan bahwa gembala yang baik memberikan nyawanya bagidomba-domba.
Tetapi gembala palsu menemukan cara-cara agar domba-domba itu memberikan semua miliknya kepada gembala.

Rendah Hati

Dalam surat 1 Petrus 5:3 mengatakan, “Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakankepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.”

Dalam bagian awal ayat tersebut terdapat perintah bagi seorang gembala untuk tidak memerintah jemaat yang digembalakan.
Memerintah di sini mengandung makna otoriter atau dengan kekerasan.
Hal tersebut hanya bisa dilakukan jika seorang gembala memiliki kerendahan hati.
Gembala seharusnya menunjukkan sikap lemah lembutdan kooperatif.
Walaupun kapasitas seorang gembala adalah sebagaipemimpin, tetapi gembala tidak boleh memimpin secara diktator.
Para gembala selain sebagai pemimpin, mereka juga adalah pelayan sehingga gembala adalah pemimpin yang melayani.

Berbeda dengan pemimpin dalam dunia sekuler yang pada umumnya adalah sebagai penguasa tunggal yang relatif tidak menunjukkan sifat kerendahan hati yang ditunjukkan dalam kehidupan yang mau melayani.
Orang-orang Farisi melaksanakan tugas pelayanan dengan cara memerintah, tetapi Yesus menghendaki agar para murid-Nya melakukan yang berbeda dari yang dilakukan oleh orang Farisi.
Mereka melakukan hal tersebut atas nama Kristus yang mengutus mereka.
Pelayan Allah yang sebenarnya memiliki ciri khas yaitu kerendahan hati karena mereka menyadari bahwa mereka melaksanakan tugas pekerjaan mulia tersebut bukan karena keinginan mereka sendiri, tetapi karena Allah sendiri yang telah memilih mereka.

Filipi 2:3 menjelaskan tentang kerendahan hati dengan cara mengkontraskannya dengan sikap orang yang tinggi hati, “Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia... menganggapyang lain lebih utama daripada dirinya sendiri.”

Gembala dalam suatu jemaat adalah pemimpin yang sekaligus sebagai hamba atau yang dikenal dengan kepemimpinan hamba.
Apabila orang mendengar kata kepemimpinan, pada umumnya mereka berpikir tentang hal-hal seperti kekuasaan, kedudukan, pengaruh, pendapat, dasar pemikiran, dan lain-lain yang semuanya ini sangat penting bagi seorang pemimpin agar bisa efektif dalam kepemimpinannya.
Namun, kepemimpinan sejati yaitu kepemimpinan hamba memiliki sisi lain seperti sisi relasional, akrab, kerendahan hati, dan lain-lain yang sering bertentangan dengan kepemimpinan yang dipahami secara umum.

Ungkapan, “Janganlah kamu seolah-olah mau memerintah atas mereka,” dalam 1 Petrus 5:3 bisa disejajarkan dengan pelajaran Yesus Kristus tentang siapa yang lebih besar, seperti juga pada saat-saat lain ketika ia mengajar para murid-Nya tentang kerendahan hati dan pelayanan.
Yesus memberikan penjelasan tentang gaya kepemimpinan pelayan yang berbeda dengan gaya kepemimpinan sekuler.
Dia berkata, “Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata,“ Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.
Tidaklah demikian di antara kamu.
Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu.”

Petrus mengambil salah satu kata-kata yang tidak mengenakkan iniuntuk menggambarkan kepemimpinan non-Yahudi, mengingatkan kata-kata Tuhan Yesus, ketika dia menulis kepada para penatua: “Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu” (1 Petrus 5:3).

Para gembala akan melaksanakan tugas pelayanan tidak secara otoriter jika mereka membuka diri untuk dipimpin oleh Roh Kudus dan hidup sesuai dengan firman Tuhan.

Yesus yang adalah Allah tetapi relamengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba. Paulus menggunakan teladan Yesus untuk menggambarkan pengajarannya bahwa “Hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri” (Filipi 2:3).

Memberikan Teladan yang Baik

Kalimat terakhir dalam 1 Petrus 5:3 mengatakan, “Tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.”

Ungkapan ini ditujukan kepada orang-orang yang akan menggembalakan jemaat agar mereka menjadi teladan yang baik bagi kawanan domba yang dipercayakan kepada mereka.
Tuhan Yesus mengajarkan kepada orang percaya, betapa pentingnya menjadi teladan itu.

Ketika Tuhan Yesus mencuci kaki murid-murid-Nya, Ia berkata, “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu;sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yohanes 13:14-15).

Tuhan Yesus menjadi teladan dalam seluruh kehidupan-Nya, bukan sebagian, sebab seluruh hidup-Nya tidak bercela.
Menjadi kemutlakan bagi seorang gembala sidang atau pelayan jemaat untuk menjadi teladan. Gereja harus membuktikan hasil pelayanannya secara konkret.
Gereja adalah tempat bagi jemaat untuk digembalakan menjadi manusia Allah yang layak masuk Kerajaan Surga sebagai anggota keluarga Allah.
Allah menghendaki agar pendeta dan anggota keluarganya memberikan keteladanan yang baik sehingga jemaat bisa mengikuti keteladanan tersebut (Titus 2:7).
Salah satu hal yang membuat para gembala gagal dalam melaksanakan tugasnya adalah karena mereka sendiri belum memiliki kehidupan yang sepadan dengan Injil, sehingga ditolak oleh anggota jemaat karena tidak mampu memberikan teladan yang baik.
Ia sendiri yang melanggar ketetapan-ketetapan Tuhan sehingga mustahil bagi mereka untuk menyampaikan kabar baik atau Injil itu.
Banyak orang yang menganggap dirinya sebagai pengikut Kristus, tetapi sebenarnya kehidupannya sangat bertentangan dengan teladan yang telah diberikan oleh Yesus.
Dalam pelayanan-Nya di muka bumi, Yesus banyak kali bertemu dengan orang-orang yang munafik seperti ini.
Mereka kelihatan rohani, tetapi sebenarnya mereka adalah musuh Allah karena kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan.
Mereka melakukan kebaikan oleh karena ada maksud yang hendak mereka capai, misalnya hanya untuk mencari popularitas, mereka ingin dipuji, dihormati, disegani.

Yesus berkata kepada orang-orang Farisi: “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Tauratdan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan berbagai jenis kotoran.

Demikianlah juga kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan” (Matius 23:27-28).

1 Petrus1:14-15 mengatakan, “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan janganturuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu.
Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu.”

Menuruti hawa nafsu dan hidup dalam kekudusan adalah dua hal yang saling bertolakbelakang. Jika seseorang selalu dikuasai oleh hawa nafsunya, maka ia tidak layak memberitakan Injil yang adalah bagian dari tugas penggembalaan.
Pemimpin dalam jemaat yang dikenal dengan istilah gembala sidang harus menjadi teladan atau contoh yang baik.

Jikaseorang gembala melanggar ketetapan Tuhan atau apa yang diajarkan oleh Alkitab yang ia sendiri khotbahkan atau ajarkan, maka ia tergolong gembala yang tidak mampu menjadi teladan yang baik.
Gembala jemaat melaksanakan tugasnya sebagai motivator atau mengarahkan dari belakang, tetapi juga berada di depan sebagai panutan atau teladan bagi jemaat yang ia gembalakan.
Jika gembala menuntun dengan baik ke arah yang baik, maka domba-domba yang dalam hal ini adalah jemaat akan mengikuti gembala yang baik itu.
Para gembala harus menjadi teladan dalam segala aspek kehidupannya bahkan dalam rumahtanggapun, mereka menjadi sorotan para anggota jemaat.
Seorang gembala ialah pengatur (proistemi), yang berarti berdiri di hadapan memimpin, mengatur, mengarahkan dengan praktik.

Gembala harus bisa memberikan contoh yang positif bagi keluarganya dan kondisi ini akan mempengaruhi jiwa jemaatnya. 
Artinya, keteladanan ini akan menjadi sarana pendidikan yang efektif bagi kehidupan kerohanian jemaat.
Selain itu, keteladanan akan membentuk citra gereja yang positif di mata masyarakat (1Korintus 4:6; Filipi 3:17; 2 Tesalonika 3:7, 9; 1 Timotius 4:12)
Sebelum membangun kerohanian jemaat agar menjadi dewasa, seorang gembala harus mampu membangun dirinya sendiri terlebih dahulu.
Jika hal ini dilakukannya, maka ia akan bisa membangun hubungan yang erat dengan para jemaatnya.
Bahkan, ia juga bisa mendorong jemaat untuk belajar kebenaran firman Tuhan, mengenal kebenaran dan melakukannya dengan baik.
Dorongan dan pendampingan gembala untuk jemaatnya harus dilakukan dalam kondisi konsistensi yang kuat dan berkelanjutan.

Yesus sebagai Gembala Agung menunjukkan dan mengajarkan keteladanan bagi para gembala yang akan melanjutkan tugas pelayanan di dunia ini.
Sejak kelahiran-Nya di dunia, Tuhan Yesus sudah memberiteladan kepada umat-Nya dalam kesederhanaan hidup.

Kesimpulan

Tugas penggembalaan adalah tugas yang dipercayakan oleh Allah untuk dilaksanakan sesuai dengan petunjuk dan ketetapan dari Allah sendiri.
Dalam 1 Petrus 5:1-4, dijelaskan tentang ciri khas dari gembala sidang yang membedakannya dengan pemimpin pada umumnya.
Karakteristik atau ciri khas tersebut harus menjiwai pelayanan seorang gembala sidang dalam melaksanakan tugas penggembalaan.
Seorang gembala sidang harus melayani dengan sukarela, pengabdian diri, rendah hati dan mampu menjadi teladan yang baik


   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar