MAKNA MISKIN DI HADAPAN TUHAN
Oleh : Pdt. Erwan MusaMemiliki Orientasi atau mengingini Tuhan dan Kerajaan-Nya merupakan esensi hidup bagi setiap orang percaya, karena hal tersebut merupakan kehendak Tuhan. Namun tidak mudah bagi seseorang untuk membangun hidup berorientasi kepada Tuhan dan kerajaan-Nya secara konsisten. Karena sesungguhnya tidak banyak orang yang memiliki orientasi atau tujuan hidup sungguh-sungguh kepada Tuhan walaupun orang atau hamba Tuhan yang aktif pelayanan di gereja. Mereka belum mengerti bahkan tidak memiliki tujuan hidup yang benar.
Tanda orang yang memiliki tujuan hidup kepada Tuhan adalah:
~ ia pasti berjuang membangun hidup serupa Kristus,
~ mengalami pertumbuhan secara rohani
~ pasti terlihat dalam menjalani hidupnya ia berjuang untuk tidak memberi ruang kepada hal-hal duniawi.
~ menghadirkan Kerajaan Allah atau pemerintahan Tuhan yaitu kebenaran/Kehendak Tuhan di mana pun ia berada.
Orientasi adalah sebuah ‘gol yang menentukan sikap atau arah hidup dan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan seseorang.
Contohnya seseorang yang menginginkan bergelimang harta kekayaan, jabatan, kedudukan, kesuksesan di dunia ini.
Tuhan menghendaki agar tujuan hidup atau orientasi setiap orang percaya harus dan hanya kepada "Tuhan dan Kerajaan-Nya". Artinya adalah kita harus terus berjuang untuk mengarahkan hidup ini kepada hal-hal yang permanen sifatnya !!!
Mengapa kepada Tuhan? Karena Tuhan adalah sang pemilik hidup kita, sehingga kita wajib hidup sesuai dengan kehendak-Nya yaitu membangun keserupaan dengan Kristus.
Kemudian, mengapa kepada Kerajaan Allah? Karena Kerajaan Allah berbicara pemerintahan Tuhan (kehendak-Nya) dan Kerajaan Surga berbicara suatu wilayah kekuasaan Tuhan, dan penyataan secara fisiknya akan dinyatakan pada saat di Langit Baru Bumi Baru atau di Yerusalem Baru/Sorga.
Jika seseorang memiliki tujuan atau orientasi hidup yang benar seperti disebutkan di atas maka pasti semua gol hidupnya yang lain yang bersifat sementara, yang dibangun untuk menentukan arah hidupnya selama di dunia ini, pasti kualitasnya benar. Orang-orang seperti ini akan memerintah bersama Tuhan dalam kekekalan kelak.
Pertanyaannya adalah “bagaimana seharusnya sikap hidup kita dalam menjalani hidup ini, supaya kita tetap berorientasi pada Tuhan dan Kerajaan-Nya?
Kalau kita perhatikan , sesungguhnya Kotbah Tuhan Yesus di bukit, semua berisikan ajaran dan nasehat agar supaya semua pendengar pada saat itu memiliki orientasi hidup kepada Tuhan dan Kerajaan-Nya. Sehingga mereka kembali kepada Tuhan, dan menghidupi nilai-nilai kebenaran. Karena Tuhan sedang merancang supaya mereka memiliki harta yang sesungguhnya.
Dengan kata lain, dari ayat dan pasal demi pasal ( Matius 5-7 ) mengarahkan orang untuk membangun manusia batiniah !
Untuk kita dapat memahami ajaran Tuhan Yesus tersebut ( Matius 5-7 ) dengan benar, maka kita harus memahami terlebih dahulu bahwa pada saat itu (zaman Tuhan Yesus), keadaan orang-orang Israel sangat menderita .... Karena setelah masa pembuangan bangsa Israel di Babilonia, enam abad/ 600 th sebelum Yesus lahir, Israel berada di bawah kekuasaan kerajaan Persia, Yunani, dan kekaisaran Romawi. Jadi secara internal, masyarakat Israel dikuasai oleh raja-raja dan pejabat boneka yang ditunjuk oleh penguasa Roma.
Bentuk penderitaan yang dialami oleh penduduk Israel pada saat itu adalah tertindas karena dijajah, harta benda mereka di ambil, di perlakukan tidak adil, terintimidasi, di kenakan pajak dan pungutan hingga 40% yang ditujukan untuk angkatan perang Roma, aristokrat dsb. Sehingga mereka merindukan "Mesias" menurut konsep mereka (pribadi yang bisa membebaskan mereka dari perbudakan tersebut, seperti Daud dll ), dan bukan Mesias rohani seperti Yesus (bahkan hingga saat ini mereka tidak percaya Yesus sebagai sang Mesias yang telah datang yang di janjikan Allah melalui para nabi).
Jadi dengan situasi dan kondisi tersebut, Yesus memberi ajaran dan nasehat-Nya melalui Kotbah-Nya di Bukit, supaya mereka kembali dan memautkan hidup mereka hanya kepada Tuhan dan bukan kepada manusia. Sesungguhnya sejak zaman dahulu Tuhan berusaha ingin mengembalikan umat Israel supaya mereka berbalik dari jalan-jalan mereka yang jahat.
Kita juga harus memahami bahwa Kotbah Tuhan Yesus di Bukit (Matius 5-7) merupakan “landasan hidup” atau Golden Role (Undang-undang Emas) bagi orang percaya yang hidup pada zaman Tuhan Yesus dan orang percaya yang hidup di zaman Perjanjian Baru (saat ini)
Para pakar Teolog yang lain juga berpendapat bahwa Kotbah Tuhan Yesus di bukit (Mat.5-7) merupakan Magna Carta Kerajaan artinya Perjanjian atau Komitmen yang menjadi undang-undang sebuah Kerajaan kepada rakyatnya.
ex : Magna Carta Kerajaan Inggris th. 1215 (sumber : Historipedia)
Landasan berarti :
~ Alas; bantalan; paron (alas untuk menempa, terbuat dari besi)
~ Lapangan terbang: tempat pesawat mendarat dengan selamat
~ Dasar atau tumpuan Jadi Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat di mulainya suatu perbuatan. ex : menikah, berpuasa, dsb (landasannya harus kebenaran firman)
Dalam bahasa Inggris, landasan disebut dengan istilah foundation, yang dalam bahasa Indonesia disebut fondasi yang merupakan bagian terpenting untuk mengawali sesuatu (seperti mendirikan rumah).
Jadi Kotbah Tuhan Yesus di bukit (Matius 5-7) merupakan fondasi penting dalam membangun Kekristenan yang sejati. Kita mulai membahas Kotbah Tuhan Yesus di bukit dari Matius 5 secara benar, komprehensif dan proporsional supaya kita memahami Firman Tuhan dengan benar dengan makna yang sebenarnya.
Matius 5:3, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga (LAI)
Terjemahan AYT dan terjemahan alkitab versi lainnya umumnya memakai : “Diberkatilah orang yang miskin dalam roh sebab mereka yang mempunyai Kerajaan Surga”.
Makna kalimat ini khususnya pada kata dalam roh sulit di definisikan atau dipahami (yang bagaimana miskin dalam roh)
Tetapi dalam terjemahan BIS : "Berbahagialah orang yang merasa ‘tidak berdaya dan hanya bergantung pada Tuhan saja’ mereka adalah anggota umat Allah!
Terjemahan LAI pada ayat ini sangat menolong kita untuk memahami maknanya, jika kita hubungkan atau bandingkan dengan teks aslinya.
● Kata berbahagialah (yun) μακαριοι ; makarioi ; bentuk adjective - nominative plural masculine ; yang berasal dari akar kata “bahagia” (yun) makarios, mak-ar'-ee-os ; yang berarti blessed atau “sukacita.”
▪Kata “bahagia”, di sini mempunyai makna bernuansa rohani (kekristenan) yang menunjuk pada sukacita dari hati yang di miliki oleh seseorang dan nampak dari kehidupan orang tersebut, dan bukan ditentukan dari faktor luar atau lahiriah, melainkan karena adanya karya Tuhan yang di karuniakan kepada orang tersebut.
▪Kata bahagia dalam ke 8 ucapan bahagia (Matius 5:3-12) ini berbentuk kata seru. Dengan demikian ucapan bahagia ini bukan suatu pengharapan. Artinya, kebahagiaan yang dimaksud tidak hanya akan didapatkan nanti, di masa depan, ketika Tuhan datang untuk menyempurnakan Kerajaan-Nya, melainkan dialami di dunia ini juga. Dan, kebahagiaan ini menunjuk pada kebaikan Allah yang menjadi nyata dalam situasi dan aksi tertentu dari kehidupan manusia.
▪Kata makarioi yang diterjemahkan dengan berbahagialah, merupakan kata yang secara khusus berhubungan dengan dunia Ilahi. Jadi, kebahagiaan yang terkandung dalam perkataan ini adalah kebahagiaan Ilahi, yang tidak tergantung pada sesuatu yang ada di luar dan kebahagiaan yang tidak semu.
● Kata “Miskin di hadapan Allah.” Dalam bahasa Yunani ada tiga (3) kata untuk kata “miskin,” :
1. Kata πενιχρός ; Penichros :/ pen-ikh-ros' ; yang bermakna orang yang mengalami kekurangan harta secara umum Luk.21:2 Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu.
2. Penes, yaitu miskin dalam arti tidak kaya, tidak mempunyai banyak harta, hidup sederhana. Orang miskin ini adalah orang yang bisa bekerja dan menghasilkan pendapatan, namun pemasukan dan pengeluarannya seimbang sehingga ia tidak memiliki sisa.
3. Ptokhos, yaitu miskin dalam arti sangat miskin, tidak mempunyai apa-apa, apabila tidak ditolong ia akan mati kelaparan. Artinya orang yang sangat menggantungkan hidupnya pada belas kasihan orang lain. Kata ptokhos inilah yang dipakai oleh Tuhan dalam kalimat di atas: “miskin dalam roh atau di hadapan Allah.”
Kata pthokos umumnya berhubungan dengan kata ptossein yang berarti menundukkan badan, membungkuk (bermakna tak mampu, tak layak atau orang rendahan). Tradisi zaman dahulu, orang miskin tidak boleh melihat wajah pejabat secara langsung, dan batas orang miskin melihat seorang pejabat hanya sampai pada kancing baju paling tinggi ( konon sanksinya dibunuh).
Kita melihat kisah Yusuf yang tidak dikenal oleh saudara-saudaranya padahal mereka hanya 22 tahun berpisah mustahil tidak saling kenal.
Kej.42:8 : “Memang Yusuf mengenal saudara-saudaranya itu, tetapi dia tidak dikenal”.
Hal tersebut dikarenakan saudaranya tidak boleh melihat wajah Yusuf secara langsung. Sehingga saudara-saudaranya tidak mengenal Yusuf.
Makna kata miskin “dalam roh atau di hadapan Allah” adalah sebuah kesadaran bahwa seseorang tidak akan dapat hidup dengan kekuatannya sendiri, sehingga harus menggantungkan hidup sepenuhnya hanya kepada Allah.
Kalimat yang Tuhan Yesus pakai pada ayat ini miskin dalam roh/miskin di hadapan Allah bukan miskin saja (artinya tidak boleh dipahami hanya miskin secara fisik/materi/jasmani)
Jika kita salah memahami makna kata miskin pada ayat ini, maka kita juga akan salah memahami makna ajaran Yesus tentang "orang kaya sukar masuk kerajaan surga (Mat.19:16-26)
Maknanya sebenarnya adalah orang kaya yang sukar masuk surga adalah orang kaya yang tidak mengikuti jalan Tuhan atau yang menggantungkan hidupnya pada kekayaan/keberadaan/kehebatannya/merasa mampu hidup tanpa Tuhan, atau orang yang tidak menyadari ketidakberdayaannya di hadapan Tuhan.
Bukan hanya orang kaya, orang miskin juga rentan melakukan hal tersebut di atas. Masalahnya bukan jumlah kekayaan seseorang yang menjadi penentu surga atau neraka. Baik sekali jika seseorang kaya raya dan memiliki sikap hati yang tidak berdaya kepada Tuhan, bahkan memahami semua yang dimiliki berasal dari Tuhan dan untuk mendukung pekerjaan Tuhan.
Contohnya Abraham, Daud dll.
Kita belajar dari sebuah kisah cerita di Lukas 21:1-4 "Persembahan Seorang Janda Miskin"
▪ (ay 1) Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan.
▪ (ay 2) Ia melihat juga seorang janda miskin (πgενιχρὰν) penichran ; ak: Penichros memasukkan dua peser ke dalam peti itu.
▪ (ay 3) Lalu Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin (πτωχὴ) ptōchē ; ak.ptokhos ini memberi lebih banyak dari pada semua orang. ▪ (ay 4) Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.” (Luk 21:1-4 LAI)
Pada ayat di atas terdapat 2 kata miskin yang memiliki perbedaan makna.
▪Kata miskin pada ayat 2 menggunakan kata ‘penichran’ dan ayat 3 menggunakan kata ‘ptokhe’
~ Pada ayat 2, janda itu orang miskin, memiliki uang, sekalipun sangat sedikit (bicara fisik).
Namun, setelah ia memasukkan uangnya dalam kotak persembahan, ia tidak memiliki uang sama sekali sehingga dikatakan ‘ptokhe’ yang berasal dari kata pthokos
Kata yang sama digunakan pada Matius 5:3 : kata ptokhos untuk kata miskin
Jadi gambaran seperti cerita janda di atas yang di harapkan Tuhan ketika berjumpa dengan seorang pemuda yang kaya (Mat.19:16-26)
Jadi penekanan pada cerita janda miskin ini ada pada ayat 3 yaitu sikap hatinya yang benar di hadapan Tuhan dengan penyerahan diri total mengikut Tuhan atau tidak berdaya tanpa Tuhan.
Bukan pada miskin harta jasmaninya, karena ada orang miskin secara jasmani tetapi sombong atau malah melakukan kejahatan untuk mengatasi kemiskinannya.
Dan kehidupan yang berkenan di hadapan Tuhan ialah kehidupan yang disertai dengan sikap yang tak berdaya di hadapan Allah.
Dengan kata lain, ucapan bahagia ini dapat berlaku pada siapa pun (baik kaya maupun miskin), selama orang itu menunjukkan penyerahan total hanya pada Allah.
Jadi makna miskin di hadapan Tuhan ialah MEMILIKI SIKAP HIDUP YANG TIDAK BERDAYA DI HADAPAN TUHAN.
Di mana berarti ada unsur mematikan terus menerus kesombongan hidup (manusia daging/sinful nature).
Karena menyadari bahwa di luar Tuhan kita tidak bisa berbuat apa-apa dan memiliki sikap hidup membutuhkan atau bergantung hanya kepada Tuhan.
Hal inilah yang hendak Yesus ajarkan kepada umat Israel, supaya mereka memautkan hati mereka kepada Tuhan dan tidak tinggal pada kesusahan yang mereka sedang alami.
Dan konsekuensi orang yang demikian, alkitab katakan pasti mengalami kebahagiaan yang tidak semu atau sementara. Semua kebahagiaan di dunia ini bersifat sementara tetapi kebahagiaan yang kekal tidak akan berakhir sampai di Langit baru bumi baru.
● Kata “empunya” berbentuk present/sekarang, artinya pada waktu seseorang membangun sikap miskin di hadapan Tuhan, maka pada saat itulah ia memiliki Kerajaan Surga atau sedang memulai hidup dalam pemerintahan Tuhan Hal ini berbicara tentang aspek kekinian dari Kerajaan Surga.
Namun kita mengerti bahwa Kerajaan Surga mempunyai aspek yang akan datang atau future, yang berarti satu hari kelak kita pasti akan hidup dalam Kerajaan Surga yang penyataannya di Langit Baru dan Bumi yang Baru/Yerusalem baru.
Jadi konsekuensi yang akan dinikmati oleh mereka yang miskin di hadapan Allah adalah “merekalah yang empunya kerajaan surga.”
Kita sama-sama menyadari bahwa membangun hidup dengan tujuan hanya kepada Tuhan dan Kerajaan-Nya tidaklah mudah, bahkan kita sering gagal dalam melakukannya..tetapi yang terpenting kita harus terus mau berjuang untuk bangkit kembali.
Oleh karena itu kita bersyukur untuk kesabaran Tuhan atas hidup kita.
Saat kita jatuh Dia senantiasa mengangkat dan menyembuhkan kita, seperti Alkitab juga katakan bahwa buluh yang terkulai takkan di patahkanNya dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan di padamkanNya, justru Ia akan memulihkan hidup kita.
Tuhan Memberkati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar